Tuesday 3 January 2012

Konsep Pemanfaatan potensi intern daerah untuk mewujudkan Bojonegoro mandiri

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian Dan Analisis
Hasil penelitian tentang konsep pemanfaatan potensi intern daerah untuk pemenuhan kebutuhan hidup penduduk Bojonegoro, ada 2 yaitu data awal, berupa data skunder diperoleh dari Dinas dan Instansi terkait; dan data hasil prediksi dari pengolahan terhadap data sekunder.
Data sekunder yang digunakan adalah berupa:
1. Data jumlah penduduk bojonegoro dari tahun 1980-2010 per 10 tahun (Tabel 4.1.)
2. Data penggunaan lahan tahun 2010 di wilayah kabupaten Bojonegoro (Tabel 4.2.)
3. Data kebutuhan pohon untuk menyuplai kebutuhan O2 per orang (Tabel 4.3.)
4. Data kebutuhan pangan berdasar kebutuhan gizi per individu (Tabel 4.4.)
a. Pemenuhan karbohidrat: konsumsi beras per hari (dewasa)
b. Pemenuhan protein dan lemak: konsumsi telur per hari (dewasa)

Data awal berupa data jumlah penduduk tahun 1980-2010 seperti pada Tabel 4.1 dan data penggunaan lahan di wilayah kabupaten Bojonegoro pada Tabel 4.2 sebagai berikut:
Tabel 4.1 Data Pertumbuhan Jumlah Penduduk Dari Tahun 1980-2010 per 10 Tahun
Tahun 1980 1990 2000 2010
Jumlah penduduk
(jiwa) 999.418 1.104.031 1.165.401 1.209.973
Sumber: BPS Bojonegoro
Berdasarkan data pada Tabel 4.1 tersebut menunjukkan bahwa dari tahun 1980 sampai dengan 2010, jumlah penduduk bojonegoro mengalami peningkatan. Pertambahan penduduk yang semakin meningkat namun luas wilayah Bojonegoro adalah konstan. Penyajian data Pertumbuhan Jumlah penduduk Bojonegoro dengan grafik tipe line dan tipe kolom dapat dilihat pada grafik 4.1a dan 4.1b dibawah ini:

Grafik 4.1a Pertumbuhan penduduk Kabupaten Bojonegoro (Tipe line)


Grafik 4.1b Pertumbuhan penduduk Kabupaten Bojonegoro (Tipe kolom)

Pada Grafik 4.1a dan 4.1b di atas menunjukkan adanya pertumbuhan jumlah penduduk yang terlihat setiap 10 tahun dengan dimulai pada tahun 1980 sampai dengan 2010. Dari tahun 1980 sampai dengan 2010 terlihat adanya peningkatan jumlah penduduk.

Tabel 4.2 Data Penggunaan Lahan (Ha) Wilayah Kabupaten Bojonegoro
Tahun Tanah sawah Tanah kering Hutan Perkebunan Lainya*
2010 76.644 47.413 66.361 26.815 13.473
*lainya: Penggunaan lahan antara lain sebagai perumahan, perkantoran dan perindustrian dan infrastruktur daerah.
Pada Tabel 4.2 di atas menujukkan pengggunaan lahan di wilayah Kabupaten Bojonegoro. Tanah di bojonegoro secara garis besar menurut pemanfaatanya dapat digolongkan menjadi tanah sawah sebesar 76.644 Ha, tanah kering sebesar 47.413 Ha, tanah hutan sebesar 66.361 Ha, perkebunan sebesar 26.815 Ha dan lainya* sebesar 13.473 Ha. Penyajian penggunaan lahan dengan Grafik Pie dapat dilihat pada Grafik 4.2 dibawah ini.

Grafik 4.2 Penggunaan lahan wilayah Bojonegoro tahun 2010

Berdasarkan Tabel 4.2 menunjukkan penggunaan lahan terbesar di wilayah Bojonegoro sampai dengan tahun 2010 adalah digunakan sebagai tanah sawah. sedangkan penggunaan lahan terkecil adalah dugunakan sebagai perumahan, perkantoran dan perindustrian dan infrastruktur daerah atau dalam Grafik 4. diatas disebut sebagai lainya*.
Data awal tentang kebutuhan pohon perorang berdasar kebutuhan O2 setiap orang/jam dan produksi O2 oleh tumbuhan perjam, ditunjukkan pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Data Kebutuhan Pohon untuk Menyuplai O2 per Orang
Kebutuhan O2
(ml/orang/jam) Produksi O2 oleh Tumbuhan
(ml/jam) Kebutuhan pohon
(pohon/orang)*
53.000 15.000 4
* Tumbuhan rata-rata memproduksi O2 per jam, maka 53.000/15.000 = 3,5 tanaman. Jumlah tanaman merupakan bilangan bulat jadi dilakukan pembulatan dari 3,5 pohon menjadi 4 pohon.

Data awal kebutuhan pangan berdasar kebutuhan gizi per individu ditinjau dari kebutuhan konsumsi beras dan telur ditunjukkan pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4. Kebutuhan pangan berdasar kebutuhan gizi per-orang
Jenis makanan Kebutuhan (per-orang/hari) Fungsi
Beras 300 gr* Sumber karbohidrat
Telur 1 butir** Sumber protein dan lemak
*: berdasarkan kecukupan kebutuhan karbohidrat per-orang per hari
*: berdasarkan kecukupan kebutuhan protein dan lemak per-orang per hari

Dari data awal di atas, dilakukan perhitungan tentang prediksi kebutuhan penduduk Bojonegoro dan diperoleh data sebagai berikut:
Dari penelitian ini hasil yang diperoleh berupa:
1. Data jumlah penduduk bojonegoro tahun 2010, tahun 2015 (5 tahun mendatang) dan tahun 2035 (15 tahun yang akan datang).
2. Data kebutuhan pangan (beras, dan telur) penduduk bojonegoro tahun 2010, tahun 2015 (5 tahun mendatang) dan tahun 2035 (15 tahun yang akan datang).
3. Data luas lahan yang di butuhkan untuk sektor pertanian ideal untuk memenuhi kebutuhan pangan penduduk bojonegoro tahun 2010, tahun 2015 (5 tahun mendatang) dan tahun 2035 (15 tahun yang akan datang).
4. Data kebutuhan air penduduk bojonegoro tahun 2010, tahun 2015 (5 tahun mendatang) dan tahun 2035 (15 tahun yang akan datang).
5. Data kebutuhan total oksigen penduduk bojonegoro tahun 2010, tahun 2015 (5 tahun mendatang) dan tahun 2035 (15 tahun yang akan datang).
6. Data kebutuhan tumbuhan hijau (pohon) untuk memenuhi kebutuhan oksigen penduduk bojonegoro tahun 2010, tahun 2015 (5 tahun mendatang) dan tahun 2035 (15 tahun yang akan datang).
7. Data luas lahan yang di butuhkan untuk sektor kehutanan yang ideal dalam memenuhi kebutuhan oksigen penduduk bojonegoro tahun 2010, tahun 2015 (5 tahun mendatang) dan tahun 2035 (15 tahun yang akan datang).

Hasil perhitungan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Jumlah Penduduk Kabupaten Bojonegoro

Tabel 4.5 Data proyeksi penduduk Bojonegoro tahun 2010, tahun 2015 (5 tahun mendatang) dan tahun 2035 (15 tahun yang akan datang).
Tahun 2010* 2015** 2035**
Jumlah penduduk (jiwa) 1.209.973 1.355.444 2.083.625
* Data penduduk Bojonegoro untuk tahun 2010 didapatkan dari data sensus penduduk oleh BPS Bojonegoro
** Proyeksi penduduk untuk tahun 2015 dan 2035 diatas dihitung dengan menggunakan Metode Komponen.

Pada Tabel 4.5 di atas dapat terlihat adanya pertambahan jumlah penduduk Kabupaten Bojonegoro dari tahun 2010 yaitu sebesar 1.209.973 jiwa, pada tahun 2015 menjadi 1.355.444 jiwa dan pada tahun 2035 meningkat menjadi 2.083.625 jiwa. sedangkan untuk penyajian dengan grafik dari proyeksi pertumbuhan penduduk bojonegoro dapat dilihat pada grafik 4.3 dibawah ini.

Garfik 4.3 Proyeksi jumlah penduduk Kabupaten Bojonegoro

Pada Grafik 4.3 diatas menunjukkan bahwa terjadi peningkatan dari tahun 2010, 5 tahun kemudian/yang akan datang yaitu pada tahun 2015 dan 25 tahun yang akan datang yaitu pada tahun 2035.

2. Kebutuhan pangan (beras, dan telur) penduduk bojonegoro
Tabel 4.6 Data kebutuhan pangan (beras, dan telur) penduduk bojonegoro tahun 2010, tahun 2015 (5 tahun mendatang) dan tahun 2035 (15 tahun yang akan datang).
Tahun Bahan Pangan
Beras Telur
Kebutuhan
(ton/tahun) Produksi
(ton/tahun) Kesetimbangan Kebutuhan
(Butir/tahun) Produksi
(butir/tahun) Kesetimbangan
2010 132.492 888.315 Cikup 441.640.145 6.289.730.000 Cukup
2015 148.421 -* Cukup 494.737.060 -* Cukup
2035 228.156 -* Cukup 760.523.125 -* Cukup
* Dianggap sama/konstan dengan tahun 2010, dengan mengabaikan terjadinya peningkatan ataupun penurunanya.
Berdasarkan Tabel 4.6 di atas dapat dilihat bahwa kebutuhan bahan pangan ditinjau dari bahan makanan beras dan telur, berdasarkan pertimbangan jumlah penduduk dan besar konsumsi harian minimal serta produksi beras dan telur kabupaten Bojonegoro, dari tahun 2010 sampai dengan proyeksi ke tahun 2015 dan 2035 adalah cukup. Penurunan Produksi akibat faktor-faktor seperti penurunan lahan sawah dan peningkatan jumlah ternah dll, dalam hal ini adalah diabaikan. penyajian Kebutuhan bahan pangan (beras dan telur) dengan grafik dapat dilihat pada Grafik 4.4 a&b dibawah ini.


Grafik 4.4a Kebutuhan beras penduduk Bojonegoro


Grafik 4.4b Kebutuhan beras penduduk Bojonegoro
Pada Grafik 4.4a dan 4.4b diatas menunjukkan adanya peningkatan kebutuhan beras dan telur dari tahun 2010 ke tahun 2015 dan 2035. hal ini disebabkan karena adanya pertumbuhan jumlah penduduk (prediksi hasil dari proyeksi) dari tahun 2010 ke tahun 2015 dan tahun 2035.

3. Kebutuhan untuk sektor pertanian ideal untuk memenuhi kebutuhan pangan
Kebutuhan untuk sektor pertanian ideal untuk memenuhi kebutuhan pangan penduduk bojonegoro tahun 2010, tahun 2015 (5 tahun mendatang) dan tahun 2035 (15 tahun yang akan datang).

Tabel 4.7 Kebutuhan Lahan sawah ideal untuk padi di Kabupaten Bojonegoro
Tahun Kebutuhan beras Kebutuhan lahan sawah Lahan sawah yang tersedia
2010 132.492 22.082 76.644
2015 148.421 24.737 -*
2035 228.156 38.026 -*
-*: Luas Lahan sawah yang tersedia dianggap sama dengan Luas Lahan sawah pada tahun 2010, dengan mengabaikan pengurangan maupun penambahan Luas Lahan sawah jati.

Pada Tabel 4.7 di atas menunjukkan bahwa luas lahan sawah di Kabupaten Bojonegoro masih mencukupi untuk men-suplai kebutuhan padi penduduk Bojonegoro dari tahun 2010 sampai dengan 2035. Luas lahan sawah yang tersedia tercatat dari tahun 2010 adalah 76.644 Ha. Penyajian kebutuhan lahan sawah penduduk Bojonegoro dengan grafik dapat dilihat pada Grafik 4.5 di bawah ini.

Grafik 4.5 Kebutuhan lahan sawah Kabupaten Bojonegoro

Pada grafik 4.5 menujukkan bahwa terjadi peningkatan kebutuhan lahan sawah di Kabupaten Bojonegoro dari tahun 2010 sebesar 22.082 Ha, prediksi tahun 2015 sebesar 24.737 Ha dan pada tahun 2035 sebesar 38.026 Ha. Besarnya kebutuhan didasarkan pada jumlah penduduk Bojonegoro.

4. Kebutuhan air
Kebutuhan air penduduk Bojonegoro tahun 2010, tahun 2015 (5 tahun mendatang) dan tahun 2035 (15 tahun yang akan datang).

Tabel 4.8 Kebutuhan Air Penduduk Bojonegoro
Tahun 2010 2015 2035
Kebutuhan air (liter)* 26.498.408.700 29.684.223.600 45.631.387.500
*: Kebutuhan air didasarkan pada kebutuhan air per-orang (60 liter) (SNI, 2002).

Pada Tabel 4.8 menunjukkan bahwa pada tahun 2010 kebutuhan air sebesar 26.498.408.700 lietr, perdiksi pada tahun 2015 sebesar 29.684.223.600 liter, dan pada tahun 2035 sebesar 45.631.387.500 liter. Penyajian dengan menggunakan grafik dapat dilihat pada Grafik 4.6 di bawah.

Grafik 4.6 Kebutuhan air penduduk Bojonegoro

Pada grafik 4.6 di atas menujukkan bahwa terjadi peningkatan kebutuhan air di Kabupaten Bojonegoro dari tahun 2010, prediksi tahun 2015 dan pada tahun 2035. Besarnya kebutuhan didasarkan pada jumlah penduduk Bojonegoro.

5. Kebutuhan total oksigen
Kebutuhan total oksigen penduduk bojonegoro tahun 2010, tahun 2015 (5 tahun mendatang) dan tahun 2035 (15 tahun yang akan datang).

Tabel 4.9 Kebutuhan Oksigen penduduk Bojonegoro
Tahun 2010 2015 2035
Kebutuhan Oksigen (Liter/jam) 64.128.569 71.838.532 110.432.125
Produksi Oksigen yang sudah ada (Liter/jam) 119.340.285 -* -*
-*: Pada tahun 2015 dan 2035 dianggap sama dengan tahun 2010, dengan mengabaikan peningkatan dan penurunanya

Pada Tabel 4.9 di atas menunjukkan bawa kebutuhan oksigen penduduk bojonegoro pada tahun 2010, 2015 dan 2035 masih dapat tercukupi dengan produksi oksigen yang sudah ada yang dihasilkan di daerah Bojonegoro. Penyajian dengan grafik ditunjukkan pada Grafik 4.7 di bawah.


Grafik 4.7 Kebutuhan oksigen penduduk Bojonegoro

Pada grafik 4.7 di atas dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan kebutuhan oksigen dari tahun 2010 sebesar 64 juta liter ke tahun 2015 sebesar 71 juta liter dan 2035 sebesar 110 juta liter.

6. Kebutuhan tumbuhan hijau (pohon) untuk memenuhi kebutuhan oksigen.
Kebutuhan tumbuhan hijau (pohon) untuk memenuhi kebutuhan oksigen penduduk bojonegoro tahun 2010, tahun 2015 (5 tahun mendatang) dan tahun 2035 (15 tahun yang akan datang) dapat dilihat pada tabel 4.10 dibawah.




Tabel 4.10 Kebutuhan Tanaman hijau (Pohon jati) kabupaten Bojonegoro
Tahun 2010 2015 2035
Kebutuhan tanaman hijau (pohon) 4.234.906 4.744.054 7.292.687
Jumlah pohon jati yang yang tersedia/ada 7.956.019 -* -*
-*: Jumlah pohon jati dianggap sama dengan jumlah pohon jati pada tahun 2010, dengan mengabaikan pengurangan maupun penambahan jumlah pohon jati.

Pada Tabel 4.10 di atas menunjukkan bawa kebutuhan tanaman hijau penduduk Bojonegoro pada tahun 2010, 2015 dan 2035 adalah tercukupi sebab jumlah pohon jati yang sudah ada di daerah Bojonegoro yaitu 7.956.019 pohon. Penyajian dengan grafik ditunjukkan pada Grafik 4.8 di bawah.











Grafik 4.8 Kebutuhan tanaman hijau (pohon jati)

Pada grafik 4.8 di atas dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan kebutuhan oksigen dari tahun 2010 sebesar 4.2 juta pohon ke tahun 2015 sebesar 4.7 juta pohondan 2035 sebesar 7.2 juta pohon.




7. Luas lahan yang di butuhkan untuk sektor kehutanan yang ideal dalam memenuhi kebutuhan oksigen
Luas lahan yang di butuhkan untuk sektor kehutanan yang ideal dalam memenuhi kebutuhan oksigen penduduk bojonegoro tahun 2010, tahun 2015 (5 tahun mendatang) dan tahun 2035 (15 tahun yang akan datang).

Tabel 4.11 Kebutuhan Lahan untuk Hutan Jati Kabupaten Bojonegoro
Tahun 2010 2015 2035
Kebutuhan lahan hutan pohon jati (Ha) 4.235 4.744 7.293
Luas hutan yang sudah ada 66.361 -* -*
-*: Pada tahun 2015 dan 2035 dianggap sama dengan tahun 2010, dengan mengabaikan peningkatan dan penurunanya

Pada Tabel 4.11 menunjukka bahwa kebutuhan lahan untuk hutan jati ditinjau dari pemenuhan kebutuhan oksigen penduduk Bojonegoro masih terpenuhi. Kebutuhan pada tahun 2010 sebesar 4.235 ha, tahun 2015 sebesar 4.744 ha dan pada tahun 2035 sebesar 7.293 ha. sedang luas lahan jati di Bojonegoro yang sudah ada adalah 66.362 ha. Penyajian dengan menggunakan grafik dapat dilihat pada grafik 4.9 dibawah.


Grafik 4.9 Kebutuhan lahan hutan jati kabupaten Bojonegoro
Pada Grafik 4.9 dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan kebutuhan lahan hutan jati bojonegoro dari tahun 2010 sebesar 4.235 ha, 2015 sebesar 4.744 dan tahun 2035 sebesar 7.293 ha.

B. Pembahasan
1. Jumlah penduduk Bojonegoro
Pada Tabel 4.5 di atas dapat terlihat adanya pertambahan jumlah penduduk Kabupaten Bojonegoro dari tahun 2010 yaitu sebesar 1.209.973 jiwa, pada tahun 2015 menjadi 1.355.444 jiwa dan pada tahun 2035 meningkat menjadi 2.083.625 jiwa.
Pertumbuhan penduduk adalah perubahan populasi sewaktu-waktu, dan dapat dihitung sebagai perubahan dalam jumlah individu dalam sebuah populasi menggunakan "per waktu unit" untuk pengukuran.
Perhitungan proyeksi penduduk pada penelitian ini menggunakan metode komponen. Metode ini sering digunakan dalam penghitunag proyeksi penduduk. Metode ini melakukan tiap komponen penduduk secara terpisah dan untuk mendapat proyeksi jumlah penduduk total, hasil proyeksi tiap komponen digabungkan.
Hasil proyek penduduk sanagat bermanfaat untuk perencanaan penyediaan beras, kebutuhan oksigen, kebutuhan luas lahan pertanian, kebutuhan air dan beberapa kebutuhan hidup lainya.
Proyeksi penduduk dapat digunakan dalam rangka perencanaan pembangunan di segala bidang, diperlukan informasi mengenai keadaan penduduk seperti jumlah penduduk, persebaran penduduk, dan susunan penduduk menurut umur. Informasi yang harus tersedia tidak hanya menyangkut keadaan pada saat perencanaan disusun, tetapi jugaa informasi masa lalu dan masa kini sudah tersedia dari hasil sensus dan survei-survei, Sedangkan untuk masa yang akan datang, informasi tersebut perlu dibuat suatu proyeksi yaitu perkiraan jumlah penduduk dan komposisinya di masa mendatang.
Proyeksi penduduk adalah perhitungan jumlah penduduk (menurut komposisis umur dan jenis kelmain) di masa yang akan datang berdasarkan asumsi arah perkembangan fertilitas, mortalitas dan migrasi.
Ketika pertumbuhan penduduk dapat melewati kapasitas muat suatu wilayah atau lingkungan hasilnya berakhir dengan kelebihan penduduk. Gangguan dalam populasi manusia dapat menyebabkan masalah seperti polusi dan kemacetan lalu lintas, meskipun dapat ditutupi perubahan teknologi dan ekonomi. Wilayah tersebut dapat dianggap "kurang penduduk" bila populasi tidak cukup besar untuk mengelola sebuah sistem ekonomi (lihat penurunan penduduk). Namun pada Kabupaten Bojonegoro sampai dengan tahun 2035, ditinjau dari pertumbuhan penduduknya masih belum menjadi sebuah permasalahan, dikarenakan wilayah dan beberapa kebutuhan masih dapat tercukkupi dengan potensi daerah Bojonegoro sendiri.
Kepadatan penduduk dihitung dengan membagi jumlah penduduk dengan luas area dimana mereka tinggal. Beberapa pengamat masyarakat percaya bahwa konsep kapasitas muat juga berlaku pada penduduk bumi, yakni bahwa penduduk yang tak terkontrol dapat menyebabkan katastrofi Malthus. Beberapa menyangkal pendapat ini. Grafik berikut menunjukkan kenaikan logistik penduduk.
Pertumbuhan penduduk yang makin cepat, mendorong pertumbuhan aspek-aspek kehidupan yang meliputi aspek social, ekonomi, politik, kebudayaan dan sebagainya. Dengan begitu, maka juga bertambahlah sistem mata pencaharian hidup menjadi lebih kompleks (Saly, 2011).
Secara umum ada 3 faktor utama kecepatan pertummbuhan pendudukyang mempengaruhi yaitu Kelahiran (Fertilitas), Kematian (Mortalitas) dan Perpindahan (Migrasi) (Saly, 2011).
Pertumbuhan penduduk dunia tiap tahunnya mengalami pertambahan yang semakin pesat, secara tidak langsung SDM juga semakin bertambah. Semakin bertambahnya SDM harus diimbangi dengan peningkatan mutu maupun kualitas dari SDM itu sendiri. Faktor penunjang peningkatan kualitas maupun mutu dari SDM adalah dari pendidikan. Banyaknya lembaga pendidikan merupakan salah satu indikasi dari perlunya masyarakat akan dunia pendidikan.
Pertambahan penduduk diiringi dengan laju pertumbuhan transportasi menyebabkan tidak terkontrolnya pencemaran. Emisi gas buang kendaraan, polusi pabrik, efek rumah kaca dan penebangan hutan secara besar besaran merupakan hal utama penyebab Global warming.
Bilangan penduduk yang melebihi keupayaan tampung sesebuah kawasan atau persekitaran menimbulkan masalah penduduk berlebihan. Ini mungkin disebabkan oleh pertumbuhan penduduk atau penurunan muatan kawasan tersebut. Pertambahan penduduk manusia secara mendadak boleh menimbulkan masalah seperti pencemaran dan kesesakan lalu lintas, yang boleh diburukkan lagi ataupun dipulihkan oleh perubahan teknologi dan ekonomi. Begitu juga, sesebuah kawasan mengalami kekurangan penduduk jika bilangan penduduknya tidak cukup untuk menampung sistem ekonominya (Aditya, 2010).
Masalah pertumbuhan penduduk ini memberikan dampak yang luas antara lain pada penyediaan bahan pangan, pendidikan, kesehatan dan lapangan kerja.untuk membangun manusia Indonesia yang sehat, berilmu, sejahtera dan berbudi pekerti luhur, Maka laju pertumbuhan penduduk ini harus diatasi dengan sungguh–sungguh.supaya perbaikan kesejahteraan rakyat dapat dicapai.
Tetapi prediksi jumlah penduduk dengan cara seperti ini belum dapat menunjukkan karakteristik penduduk dimasa yang akan datang. Untuk itu diperlukan proyeksi penduduk menurut umur dan jenis kelamin yang membutuhkan data yang lebih rinci yakni mengenai tren fertilitas, mortalitas dan migrasi.
Hal-hal yang perlu dilakukan untuk menekan pesatnya pertumbuhan penduduk yaitu menggalakkan program KB atau Keluarga Berencana untuk membatasi jumlah anak dalam suatu keluarga secara umum dan masal, sehingga akan mengurangi jumlah angka kelahiran dan menunda masa perkawinan agar dapat mengurangi jumlah angka kelahiran yang tinggi (Aditya, 2010).
Cara-cara yang dapat dilakukan untuk mengimbangi pertambahan jumlah penduduk yaitu penambahan dan penciptaan lapangan kerja, dengan meningkatnya taraf hidup masyarakat maka diharapkan hilangnya kepercayaan banyak anak banyak rejeki. Di samping itu pula diharapkan akan meningkatkan tingkat pendidikan yang akan merubah pola pikir dalam bidang kependudukan (Aditya, 2010).
Meningkatkan kesadaran dan pendidikan kependudukan yaitu dengan semakin sadar akan dampak dan efek dari laju pertumbuhan yang tidak terkontrol, maka diharapkan masyarakat umum secara sukarela turut mensukseskan gerakan keluarga berencana.
Mengurangi kepadatan penduduk dengan program transmigrasi yaitu dengan menyebar penduduk pada daerah-daerah yang memiliki kepadatan penduduk rendah diharapkan mampu menekan laju pengangguran akibat tidak sepadan antara jumlah penduduk dengan jumlah lapangan pekerjaan yang tersedia.
Meningkatkan produksi dan pencarian sumber makanan yaitu hal ini untuk mengimbangi jangan sampai persediaan bahan pangan tidak diikuti dengan laju pertumbuhan. Setiap daerah diharapkan mengusahakan swasembada pangan agar tidak ketergantungan dengan daerah lainnya (Aditya, 2010).

2. Kebutuhan Pangan penduduk Bojonegoro
Berdasarkan Tabel 4.6 di atas dapat dilihat bahwa kebutuhan bahan pangan ditinjau dari bahan makanan beras dan telur, berdasarkan pertimbangan jumlah penduduk dan besar konsumsi harian minimal serta produksi beras dan telur kabupaten Bojonegoro, dari tahun 2010 sampai dengan proyeksi ke tahun 2015 dan 2035 adalah cukup. Penurunan Produksi akibat faktor-faktor seperti penurunan lahan sawah dan peningkatan jumlah ternah dll, dalam hal ini adalah diabaikan.
Kebutuhan pangan pada penelitian ini adalah di tinjau dari kebutuhan beras dan telur. Manusia sebagai makhluk hidup memerlukan makanan. Makanan merupakan asupan gizi untuk memenuhi kebutuhan tubuh manusia. Kebutuhan gizi yang dibutuhkan tubuh antara lain adalah karbohidrat sebagai sumber tenaga dan protein dan lemak sebagai zat penyusun molekuler tubuh. Pada penelitian ini kebutuhan karbohidrat di cukupi dengan konsumsi beras, dan kebutuhan proten dan lemak dicukupi dengan konsumsi telur.
Standart kecukupan gizi secara ukuran dapat dibagi kedalam dua bagian yaitu ukuran makro, yaitu kecukupan kalori (energi) dan kecukupan protein dan ukuran mikro, yaitu kecukupan vitamin dan mineral. Pada penelitian ini difokuskan pada ukuran makro yaitu karbohidrat dan protein serta lemak.
Dalam menentukan analisis kecukupan antara ketersediaan/produksi dengan konsumsi bahan pangan di Bojonegoro, dilakukan dengan perhitungan dari kebutuhan perorang, dihitung dari total jumlah penduduk Bojonegoro.
Produksi dan ketersedian pangan di Kabupaten Bojonegoro untuk tahun 2010 sampai dengan tahun 2035 masih mencukupi, Pada tahun 2010 masih mencukupi meskipun ada sekitar 5000 hektar lahan pertanian di Bojonegoro mengalami puso,. Sebab luasan areal tanaman padi tahun 2010 di Bojonegoro mencapai kurang lebih 110 ribu hektar. Serangan hama tidak mencapai 10% jadi bukan menjadi suatu permasalahan.
Selain jumlah areal tanam yang diserang hama masih sedikit dibanding luas tanam yang ada, amannya produksi dan ketersedian pangan di Bojonegoro ini dikarenakan masih ada musim tanam dua kali. Khususnya areal tanam di Daerah Aliran Sungai (DAS) Bengawan Solo yang memanfaatkan sisitim pompanisasi dan musim penghujan nanti.
Luas areal tanaman padi di Bojonegoro tahun 2010 76 ribu hektar. Akan tetapi pada tahun 2009 sekitar 110 ribu hektar. Dengan luas areal tanam ini produksi tanaman padi Bojonegoro masih masuk 10 besar di Jawa Timur dengan produktifitas per hektar hanya 6,5 ton per hektar. Selain daerah sawah masih terdapat 115 hektar areal tanaman padi di kawasan hutan yang belum kita masukkan meski selalu ditanami dimusim penghujan.
Meskipun di daerah Bojonegoro kebutuhan padi tidak menjadi masalah namun ada beberapa hal yang perlu di oerhatikan dalam melakukan pendataan produksi padi adalah antara lain secara tidak sadar sering dilakukan kerancuan dalam penghitungan pangan beras, tidak membedakan antara tingkat produksi gabah di lapangan, produksi riil yang dapat dibawa ke gudang untuk diproses, hasil beras yang diperoleh dari penggilingan, dan banyaknya kebutuhan konsumsi riil seluruh masyarakat dalam satu tahun. Diskrepensi atau ketidak samaan data sering kita temukan, karena kita menggunakan data pada tataran yang berbeda, tidak secara spesifik pada tingkat lahan, tingkat penggilingan padi, ataukah pada tingkat konsumsi riil.
Secara umum, tingkat produksi beras untuk penyediaan kebutuhan pangan (beras) nasional dapat dibagi menjadi dua, yaitu: pertama, produksi pangan (padi) yang diperoleh dari lapangan atau yang sering diistilahkan sebagai “rice availability as produced” (ketersediaan padi di lapangan, berdasarkan perhitungan luas panen x produktivitas per ha).
Data BPS dan data Kementerian Pertanian adalah data yang diperoleh dari perhitungan luas panen x produktivitas per ha, sehingga data tersebut merupakan data pangan lapangan; kedua, produksi pangan (beras) yang senyatanya dikonsumsi masyarakat (rice availability as consumed). Kebutuhan dan kecukupan pangan nasional diukur dari ketersediaan pangan yang benar-benar dikonsumsi masyarakat (food as consumed). Masyarakat merasa kekurangan pangan (beras), apabila makanan yang dapat dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan kalori dan “pemuas perasaan lapar” tidak tercukupi.
Perbedaan penghitungan akan muncul, karena produksi padi (beras) yang dihitung sebagai “rice as produced”, hingga sampai pada tingkat pangan yang dikonsumsi (rice as consumed) mengalami perjalanan yang panjang dan periode waktu yang lama, sehingga dapat dipastikan terjadi pengurangan di perjalanan tersebut. Pengurangan-pengurangan itulah yang mengakibatkan terjadinya perbedaan data pangan.
Pengurangan produksi pangan secara umum disebabkan oleh tiga macam proses penanganan, yaitu (a) kehilangan gabah pasca panen, (b) kehilangan beras pada proses penggilingan, dan (c) kehilangan beras dan nasi sejak dari keluar penggilingan hingga sampai mulut konsumen.
Kita mengenal kehilangan pasca panen yang dimaknai sebagai hilang pada waktu panen padi, perontokan gabah, pengangkutan dan penjemuran gabah menjelang gabah digiling. Taksiran kehilangan pasca panen tersebut diperkirakan 15%.
Akan tetapi, karena produksi yang biasanya dicatat dan dilaporkan oleh petugas mantri statistik dan petugas “mantri tani” adalah data “produksi lapang” yang dihitung dari luasan panen (ha) dikali dengan produktivitas per ha, maka hal itu berarti bahwa data yang dilaporkan belum dikurangi dengan data kehilangan hasil pada proses pasca panen. Dengan begitu data produksi nasional seharusnya dikurangi oleh kehilangan pasca panen. Untuk penghitungan produksi secara konservatif, kita gunakan data kehilangan pasca panen di lapangan 10,5%, bukan 15%.
Kehilangan bahan pangan beras pada proses penggilingan gabah terjadi karena gabah tercecer pada waktu penjemuran, termakan tikus di gudang, gabah rusak pada waktu penyimpanan, “terbuang” saat penggilingan, dan beras hancur pada waktu disosoh. Jumlah kehilangan tersebut dari berbagai rice milling unit belum pernah dihitung secara nasional, perkiraan secara konservatif (hati-hati) adalah sebesar 3,25%.

3. Luas lahan yang di butuhkan untuk sektor pertanian ideal penduduk Bojonegoro
Pada Tabel 4.7 diatas menunjukkan bahwa luas lahan sawah di Kabupaten Bojonegoro masih mencukupi untuk men-suplai kebutuhan padi penduduk Bojonegoro dari tahun 2010 sampai dengan 2035. Luas lahan sawah yang tersedia tercatat dari tahun 2010 adalah 76.644 Ha.
Dari total luas lahan sawah di Kabupaten Bojonegoro yang mencapai 76.626 hektar, sebagian besar masih menggunakan sawah tadah hujan seluas 38.348 hektar. Hal seperti ini cukup menyulitkan petani, karena pasokan air selalu menunggu datangnya musim hujan. Berdasarkan analisa hujan dari BMKG peralihan musim kemarau ke musim hujan untuk wilayah Kabupaten Bojonegoro terjadi biasanya pada bulan Oktober.
Seluruh lahan sawah di Kabupaten Bojonegoro masih menggunakan sistem tadah hujan. Sekitar 7.800 hektar lahan sawah yang sudah mulai dilakukan penanaman padi dengan sistem pengairan dari sungai Bengawan Solo.
Luas sawah secara keseluruhan mencapai 76.626 ha, yang dibagi menjadi sawah tekhnis 15.920 ha, sawah setengah tekhnis 4.821 ha, sederhana 3.719 ha, sawah desa 13.318. Dan yang paling banyak adalah luas sawah tadah hujan yang mencapai 38.348 hektar.
Pemakaian lahan pertanian di Kabupaten Bojonegoro tahun 2010 ini mencapai 76.626 hektar lahan sawah yang terdiri dari irigasi teknis, setengah teknis, sederhana, desa maupun irigasi tadah hujan.
Sesuai Data di Dinas Pertanian (Disperta) Bojonegoro jumlah sawah irigasi teknis mencapai 15.920 hektar, irigasi setengah teknis 4.821 hektar, irigasi sederhana 3.719 hektar, irigasi desa non PU 13.818 hektar dan sawah tadah hujan mencapai 38.348 hektar.
Sedangkan untuk lahan bukan sawah di Kabupaten Bojonegoro terdiri dari tegal seluas 26.362 hektar dan ladang mencapai 16.965 hektar dengan jumlah total mencapai 43.327 hektar.
.
4. Kebutuhan air penduduk bojonegoro
Pada Tabel 4.8 menunjukkan bahwa pada tahun 2010 kebutuhan air sebesar 26.498.408.700 lietr, perdiksi pada tahun 2015 sebesar 29.684.223.600 liter, dan pada tahun 2035 sebesar 45.631.387.500 liter.
Sumber daya air di Bojonegoro sumber airnya sangat melimpah yang berasal dari air hujan sebanyak 67 m3/detik. Potensi air berasal dari sungai/kali, waduk, dan mata air. Potensi air terbesar berasal dari sungai Bengawan Solo dan waduk pacal. Rata-rata penduduk Bojonegoro memanfaatkan air sumur dalam memenuhi kebutuhan kebutuhan air domestik.
Pada musim penghujan kebutuhan air domestik di daerah bojonegoro tidak menjadi masalah (dapat mencukupi) namun pada saat musim kemarau masyarakat di beberapa kecamatan di Kabupaten Bojonegoro seperti Kecamatan Kedungadem, Kepohbaru, Sugihwaras, Bubulan, Temayang, Gondang, Tambakrejo, Ngambon, dan Ngasem mulai krisis air bersih. Jumlah desa yang meminta bantuan pasokan air bersih kemungkinan besar juga akan terus bertambah.
Di setiap kecamatan itu sedikitnya ada 2-4 desa yang kesulitan air bersih. Tiap hari Pemkab Bojonegoro mengirim 3-4 tanki air bersih ke kecamatan yang sudah mengajukan data kebutuhan air.
Kendala utama yang dihadapi oleh PDAM Bojonegoro adalah masih terbatasnya jumlah sumber air dan sistem jaringan penyediaan air bersih yang belum mampu menjangkau seluruh wilayah di Kabupaten Bojonegoro. Jaringan pipa air bersih yang dilakukan oleh PDAM Kabupaten Bojonegoro belum bisa mencapai wilayah Kecamatan Ngasem secara keseluruhan.
Saat ini baru dibangun jaringan utama pipa distribusi air bersih yang daerah pelayanannya juga masih sangat terbatas. Kondisi alam dibeberapa daerah Bojonegoro yang masih dikelilingi oleh hutan jati atau tanaman industri, menyebabkan pembangunan sarana dan prasarana menjadi sedikit terlambat. Dalam perencanaan operasi sistem distribusi air bersih diperlukan suatu analisa mengenai kondisi hidrolika pada komponen-komponen sistem distribusi dan analisa optimasi sistem operasi distribusi air bersih akibat adanya perubahan kondisi kebutuhan air minum sepanjang waktu pada titik simpul.
Kesenjangan yang terjadi antara ketersediaan air sumur antara musim hujan dan kemarau diduga karena keadaan topografi kabupaten Bojonegoro, pengurangan luas hutan sebagai penyangga air. Solusi yang dapat dilakukan adalah distribusi air dari PDAM lebih diperluas dan mengurangi penebangan hutan, atau penerapan sistem tebang tanam, yaitu pada saat menebang diikkuti dengan menanam pohon jati itu sendiri.

5. Kebutuhan total oksigen penduduk Bojonegoro
Pada Tabel 4.9 di atas menunjukkan bawa kebutuhan oksigen penduduk bojonegoro pada tahun 2010, 2015 dan 2035 masih dapat tercukupi dengan produksi oksigen yang sudah ada yang dihasilkan di daerah Bojonegoro.
Air sangat penting untuk kesehatan, dan tiap individu membutuhkan dalam jumlah yang berbeda. Studi telah menghasilkan berbagai rekomendasi bahwa kebutuhan air tiap orang sangat berbeda tergantung dari banyak faktor, termasuk kesehatan, seberapa aktif dan iklim.
Meskipun tak ada satu konsep yang cocok untuk semua orang, atau lebih jauh tentang ketubuhan air dari tubuh namun membantu untuk menerka berapa banyak air yang perlu diminum tiap harinya.
Fungsi air di dalam tubuh, air merupakan komponen utama dari tubuh, rata-rata tiap orang memiliki 60% air dari berat tubuhnya. Semua sistem di dalam tubuh tergantung oleh air. Sebagai contoh, air akan membilas racun dari organ vital, membawa nutrisi ke sel tubuh dan menghasilkan kelembapan bagi jaringan telinga, hidung dan tenggorokan.
Kurangnya air dalam tubuh dapat menyebabkan dehidrasi, yaitu keadaan yang timbul karena tubuh kekurangan air sehingga tidak dapat menjalankan fungsi normalnya.
Kehilangan air pada tubuh dapat melalui pernafasan, keringat, urin dan pergerakan usus. Agar tubuh berfungsi normal, maka air yang hilang harus digantikan dengan mengkonsumsi makanan dan minuman yang mengandung air.
Dua pendekatan untuk kebutuhan air rata-rata pada orang dewasa yaitu pendekatan pengganti. Rata-rata keluaran urin orang dewasa 1,5 liter sehari. Air juga dapat keluar melalui pernafasan, keringat dan pergerakan usus. Makanan biasanya menyumbangkan 20% dari jumlah total yang diperlukan, jadi bila mengkonsumsi 2 liter air atau minuman lainnya dalam sehari (kurang lebih 8 gelas), maka cairan yang hilang akan tergantikan.
Rekomendasi Institute of Medicine menyarankan pria untuk mengkonsumsi 3 L (13 gelas) dan perempuan mengkonsumsi 2,2 liter (9 gelas) dari total minuman dalam sehari.
Beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan air adalah banyaknya keperluan air yang dibutuhkan tubuh tergantung dari keaktifan, cuaca, kesehatan, dan bila hamil atau menyusui.
Olah raga, semakin banyak berolahraga, maka akan semakin banyak air yang dibutuhkan tubuh. Tambahan 1-2 gelas air, biasanya cukup untuk olahraga yang singkat, tetapi bila olahraga lama maka perlu jumlah tambahan. Berapa banyak cairan tambahan yang dibutuhkan tergantung dari banyaknya keringat selama olah raga, biasanya 2-3 gelas dalam sejam sudah cukup, kecuali udara sangat panas. Lebih baik bila menggantikan air dengan cairan elektrolit sehingga elektrolit tubuh yang hilang (natrium) bersama keringat dapat tergantikan.
Lingkungan, udara yang panas dan lembab dapat membuat berkeringat sehingga membutuhkan tambahan air. Udara dalam ruangan yang panas juga dapat membuat kulit kehilangan kelembapannya. Ketinggian lebih dari 2500 meter (8200 kaki) dapat menyebabkan peningkatan urinasi dan bernafas menjadi lebih cepat, sehingga lebih banyak cairan yang terbuang.
Keadaan kesehatan dan Penyakit, tanda penyakit seperti demam, muntah dan diare, dapat menyebabkan tubuh kekurangan cairan. Bila terjadi, maka Anda harus minum air lebih banyak dan lebih baik bila dapat menggantikan elektrolit yang keluar juga. Kondisi tertentu seperti infeksi kandung kemih serta adanya batu di saluran kemih juga membutuhkan cairan lebih banyak. Kondisi lainnya seperti kelainan jantung dan beberapa tipe penyakit ginjal, hati atau penyakit adrenal dapat mengganggu ekskresi air oleh sebab itu asupan air perlu dibatasi.
Hamil dan menyusui, wanita yang sedang hamil atau menyusui membutuhkan cairan untuk tetap terhidrasi. Sejumlah besar cairan hilang saat menyusui. Institute of Medicine merekomendasikan bahwa pada wanita hamil membutuhkan minum 2,4 liter (10 gelas) air sedangkan bila menyusui disarankan untuk minum 3,0 liter air (12,5 gelas) setiap harinya.

6. Kebutuhan tumbuhan hijau (pohon) untuk memenuhi kebutuhan oksigen penduduk bojonegoro
Pada Tabel 4.10 di atas menunjukkan bawa kebutuhan tanaman hijau penduduk Bojonegoro pada tahun 2010, 2015 dan 2035 adalah tercukupi sebab jumlah pohon jati yang sudah ada di daerah Bojonegoro yaitu 7.956.019 pohon
Pohon diperlukan untuk menghasilkan oksigen sebagai kebutuhan pernapasan manusia. Oksigen dihasilkan dari pohon sebagai hasi dari fotosintesis.
Fotosintesis adalah proses fisiko-kimia di mana tanaman, alga dan bakteri fotosintetik menggunakan energi cahaya untuk mendorong sintesis senyawa organik. Pada tumbuhan, alga dan beberapa jenis bakteri, hasil proses fotosintesis dalam pelepasan molekul oksigen dan penghapusan karbon dioksida dari atmosfer yang digunakan untuk mensintesis karbohidrat (fotosintesis oksigenik) (Calvin, 1989).
Produk oksigen dari fotosintesis dapat berasal baik dari CO2 atau H2O senyawa awal. Untuk menentukan mana yang asli senyawa ini berkontribusi pada produk akhir O2, percobaan pelacak isotop dilakukan dengan menggunakan 18 O:
18 O adalah isotop berat oksigen
H2O + CO 18 2 menghasilkan 18 O 2
H2O + C 18 0 2 menghasilkan O 2
Oleh karena itu, O2 produk akhir harus berasal dari air dan bukan dari karbon dioksida.

7. Luas lahan untuk sektor kehutanan yang ideal dalam memenuhi kebutuhan oksigen penduduk bojonegoro
Pada Tabel 4.11 menunjukka bahwa kebutuhan lahan untuk hutan jati ditinjau dari pemenuhan kebutuhan oksigen penduduk Bojonegoro masih terpenuhi. Kebutuhan pada tahun 2010 sebesar 4.235 ha, tahun 2015 sebesar 4.744 ha dan pada tahun 2035 sebesar 7.293 ha. sedang luas lahan jati di Bojonegoro yang sudah ada adalah 66.362 ha.
Kebutuhan hutan ini didasarkan pada kebutuhan oksigen penduduk Bojonegoro. Hutan Bojonegoro merupakan jenis hutan jati. Tumbuhan jati merupakan tumbuhan hijau yang melakukan fotosintesis.
Fotosintesis pada tumbuhan hijau membantu memperbaiki lapisan atmosfir menghasilkan oksigen yang sangat diperlukan oleh mahkluk hidup dan mengambil karbondioksida dari udara. Jika tumbuhan hijau tidak menghasilkan oksigen, maka hampir semua kehidupan akan berhenti. Jika karbondioksida bertambah banyak di atmosfer hal ini dapat merubah iklim di bumi secara drastis.
Lahan Hutan (jati sebagai komuditas utama) Bojonegoro cukup luas yang tersebar hampir di setiap kecamatan Kabupaten Bojonegoro (baik dikelola oleh Perum Perhutani maupun hutan rakyat). Jati yang dihasilkan oleh hutan di Bojonegoro merupakan katogori jati kualitas unggulan. Hutan jati selain mempunyai keuntungan sebagai penghijauan (penghasil oksigen) kayunya sangat membantu baik untuk perumahan meubel dll.
Selain berfungsi sebagai penghasil oksigen, hutan juga mempunyai beberapa manfaat lainya antara lain hutan membantu konservasi dan memperbaiki lingkungan hidup dalam berbagai bentuk. Misalnya hutan membantu menahan air hujan, sehingga mencegah tanah longsor dan banjir, air hujan diserap menjadi air tanah yang muncul menjadi mata air bersih yang mengalir membentuk sungai, danau, dan untuk air sumur. Hutan juga menjadi tempat tinggal beberapa jenis tanaman dan binatang tertentu yang tidak bisa hidup di tempat lainnya. Tanpa hutan berbagai tumbuhan dan hewan langka akan musnah.
Fungsi lainya adalah pepohonan dalam hutan jati akan menyerap dan menguraikan zat-zat pencemar (polutan) dan cahaya yang berlebihan.
Daun pohon jati melakukan proses fotosintesis yang menyerap karbondioksida dari udara dan melepaskan kembali oksigen dan uap air ke udara. Semua ini membantu menjaga kestabilan iklim di dalam dan sekitar hutan. Hutan jati pun ikut mendukung kesuburan tanah. Ini karena akar pepohonan dalam hutan jati tumbuh melebar dan mendalam. Pertumbuhan akar ini akan membantu menggemburkan tanah, sehingga memudahkan air dan udara masuk ke dalamnya.
Tajuk (mahkota hijau) pepohonan dan tumbuhan bawah dalam hutan jati akan menghasilkan serasah, yaitu jatuhan ranting, buah, dan bunga dari tumbuhan yang menutupi permukaan tanah hutan. Serasah menjadi bahan dasar untuk menghasilkan humus tanah. Berbagai mikroorganisme hidup berlindung dan berkembang dalam serasah ini. Mikroorganisme itu juga yang akan memakan dan mengurai serasah menjadi humus tanah. Serasah pun membantu meredam entakan air hujan sehingga melindungi tanah dari erosi oleh air.
Bojonegoro merupakan daerah yang cocok untuk pertumbuhan jati. Penilaian ini dilihat dari habitus jati. Jati adalah sejenis pohon penghasil kayu bermutu tinggi. Pohon besar, berbatang lurus, dapat tumbuh mencapai tinggi 30-40 m. Berdaun besar, yang luruh di musim kemarau.
Jati dikenal dunia dengan nama teak (bahasa Inggris). Jati dapat tumbuh di daerah dengan curah hujan 1 500 – 2 000 mm/tahun dan suhu 27 – 36 °C baik di dataran rendah maupun dataran tinggi (Akram and Aftab, 2007). Tempat yang paling baik untuk pertumbuhan jati adalah tanah dengan pH 4.5 – 7 dan tidak dibanjiri dengan air. Jati memiliki daun berbentuk elips yang lebar dan dapat mencapai 30 – 60 cm saat dewasa (Akram and Aftab, 2007).
Jati memiliki pertumbuhan yang lambat dengan germinasi rendah (biasanya kurang dari 50%) yang membuat proses propagasi secara alami menjadi sulit sehingga tidak cukup untuk menutupi permintaan atas kayu jati. Jati biasanya diproduksi secara konvensional dengan menggunakan biji. Akan tetapi produksi bibit dengan jumlah besar dalam waktu tertentu menjadi terbatas karena adanya lapisan luar biji yang keras (Siril, 2002). Beberapa alternatif telah dilakukan untuk mengatasi lapisan ini seperti merendam biji dalam air, memanaskan biji dengan api kecil atau pasir panas, serta menambahkan asam, basa, atau bakteri (Ahuja, 1993). Akan tetapi alternatif tersebut masih belum optimal untuk menghasilkan jati dalam waktu yang cepat dan jumlah yang banyak.

No comments:

Post a Comment