Wednesday 11 January 2012

Anava 1 arah / oneway anova

oleh: Prasetyo Hnadrianto, S.Si.
One way anova adalah metode analisis statistika yang tergolong analisis komparatif (perbandingan) antara lebih dari dua rata-rata. Tujuan uji anova satu jalur adalah menguji kemampuan generalisasi atau sugnifikansi hasil penelitian. Artinya, jika terbukti berbeda berarti kedua sampel tersebut dapat digeneralisasi (data sampel dapat dianggap mewakili populasi).
Asumsi Dasar dalam ANOVA :
1. Kenormalan
Setiap harga dalam sampel berasal dari distribusi normal, sehingga distribusi skor sampel dalam kelompok pun hendaknya normal. Kenormalan dapat diatasi dengan memperbanyak sampel dalam kelompok, karena semakin banyak n maka distribusi akan mendekati normal. Apabila sampel tiap kelompok kecil dan tidak dapat pula diatasi dengan jaln melakukan transformasi.
2. Kesamaan Variansi
Masing-masing kelompok hendaknya berasal dari populasi yang mempunyai variansi yang sama. Untuk sampel yang sama pada setiap kelompok, kesamaan variansi dapat diabaikan. Tetapi, jika banyaknya sampel pada masing-masimg kelompok tidak sama, maka kesamaan variansi populasi memang sangat diperlukan.
3. Penamatan Bebas
Sampel hendaknya diambil secara acak (random), sehingga setiap pengamatan merupakan informasi yang bebas.
Analisis ANOVA satu arah dapat dipakai untuk menghadapi kasus variabel bebas lebih dari satu. Hanya saja analisisnya dilakukan satu per satu, sehingga akan menghadapi banyak kasus ( N semakin banyak ).
Langkah-langkah melakukan uji anova 1 arah adalah sebagai berikut :
1. Penuhi asumsi yang terdiri dari kenormalan data, keindependenan data, dan homoskedastisitas.
2. Membuat tabel pengamatan.
3. Melakukan perhitungan.
4. Merumuskan Hipotesis.
5. Taraf signifikasi
6. Memuat hasil perhitungan kedalam tabel Anova dan menentukan
7. Menentukan Wilayah Kritis atau Kriteria Pengujian.
8. Menarik Keputusan.
9. Membuat Kesimpulan.
Kemudian, akan kita bahas satu persatu.
1. Penuhi asumsi yang terdiri dari kenormalan data, keindependenan data, dan homoskedastisitas.
Dalam pengujian Anova ada beberapa asumsi yang harus terpenuhi, yaitu :
1. Sampel berasal dari kelompok yang independent.
2. Variansi antar kelompok harus Homogen (Homoskedastisitas).
3. Data dari masing-masing kelompok harus berdistribusi normal.
Asumsi yang pertama yaitu sampel berasal dari kelompok yang independent artinya bahwa pada saat pengambilan sampel yang dilakukan secara random terhadap beberapa atau lebih dari 2 kelompok, nilai pada satu kelompok tidak bergantung pada nilai di kelompok lain. Jadi, data masing-masing kelompok, harus independent. Untuk Asumsi kedua dan Ketiga yaitu Variansi antar kelompok harus Homogen (Homoskedastisitas) dan data dari masing-masing kelompok harus berdistribusi normal artinya kita harus menguji terlebih dahulu varian dari masing-masing kelompok apakah homogen atau tidak dan distribusi dari data apakah normal atau tidak. Jika keduanya memenuhi asumsi, maka pengujian bisa dilanjutkan. Tetapi jika keduanya atau salah satunya tidak memenuhi asumsi tersebut, maka data harus ditransformasi terlebih dahulu kemudian uji ulang datanya yang telah ditransformasi. Jika setelah transformasi, data tetap tidak memenuhi asumsi, maka uji Anova tidak valid untuk dilakukan. Sehingga harus menggunakan uji non-parametrik seperti uji Kruskal Wallis yaitu analisis dengan mengabaikan asumsi.
2. Membuat tabel pengamatan
Dengan mengasumsikan bahwa kita memiliki r blok (misalnya sebagai faktor pertama) dan k perlakuan (misalnya sebagai faktor kedua) , maka dapat kita susun tabel dimana maisng-masing pasangan perlakuan-blok dikaitkan dengan sebuah nilai pengamatan.







k (perlakuan)
1 2 … i … K
X11 X21 … Xi1 … Xk1
X12 X22 … Xi2 … Xk2
X13 X23 … Xi3 … Xk3
… … … … … …
X1r X2r … Xir … Xkr



Dimana :
r : banyaknya baris (blok), i = 1, 2, 3, … ,r
k : banyaknya kolom (perlakuan), j = 1, 2, 3, … ,k
Xij : data pada baris ke-i dan kolom ke-j


3. Merumuskan Hipotesis
Hipotesis adalah suatu dugaan sementara tentang hal yang akan dianalisis. Hipotesis terdiri dari H0 dan H1. Pada anova 1 arah, H0nya adalah berisi tentang perbandingan rata-rata kolom atau baris yang ternyata sama. Sedangkan H1nya yaitu kontradiksi dari H0, yang disini berarti menyatakan bahwa perbandingan rata-rata kolom atau baris adalah berbeda. Tetapi dalam suatu pengujian H0 dan H1 tidak selalu seperti itu, tetap harus disesuikan dengan kasus dan uji yang dilakukan.
Secara umum, rumusan hipotesis anova 1 arah yaitu sebagai berikut:
Hipotesis :
H0 :
H1 : paling sedikit terdapat satu pasang
Disini maksudnya adalah sampai populasi atau kelompok data ke-. Seperti yang dijelaskan dipendahuluan bahwa anova adalah uji rata-rata lebih dari 2 populasi tetapi tidak terbatas. Artinya jika menerima H0, semua rata-rata blok (baris) adalah sama, berarti tidak ada perbedaan yang signifikan antara blok satu dengan yang lainnya. Dan jika menolak H0, artinya terdapat perbedaan yang signifikan antar bloknya.
Tetapi dalam pengaplikasiannya perumusan hipotesis yang paling tepat adalah harus lebih spesifik dan disesuaikan dengan kasus yang dianalisis.
4. Taraf signifikasi
Dalam uji hipotesis, probabilitas meksimum dnegan mana kita bersedia menanggung resiko terjadinya Error tipe 1 (menolak hipotesis yang seharusnya diterima) disebut sebagai taraf signifikasi (level of significance). Probabbilitas ini sering disimbolkan sebagai “α”. Biasanya dispesifikasikan sebelum suatu sampel diambil dari suatu poplasi sehingga hasil-hasil yang diperoleh tidak akan mempengaruhi pilihan kita.
Dalam praktiknya, tingkat signifikasi 0.05 atau 0.01 adalah taraf signifikasi yang umum. Meskipun nilai-nilai yang lain dapat juga digunakan. Sebagai conoh, jika taraf signifikasi 0.05 (5%) dipilih dalam mendesain suatu aturan keputusan, maka terdapat sekitar 5 dalam 100 kesempatan atau peluang bahwa kita akan menolak hipotesis ketika seharusnya hipotesis tersebut diterima. Jadi, kita memiliki keyakinan 95% bahwa kita telah membuat keputusan yang benar. Dalam kasus ini, kita katakana bahwa hipotesis ditolak pada taraf signifikasi 5%, yang berarti hipotesis memiliki probabilitas 0.05 untuk salah.
Sehingga, dapat disimpulkan dnegan singkat, bahwa taraf signifikasi adalah batas toleransi tingkat kesalahan salam suatu pengujian data. Semakin tinggi taraf signifikasinya, maka semakin besar probabilitas terjadinya kesalahan. Dan sebaliknya, semakin kecil suatu taraf signifikasinya, makan akan semakin kecil tingkat kesalahannya.
5. Menarik Keputusan.
Keputusan adalah hal yang terpenting dari seuatu analisis. Keputusan bukan lagi sedekar dugaan sementara seperti hipotesis, tetapi keputusan adalah suatu hasil yang sebenarnya, baik hasil yang diharapkan ataupun hasil yang sebenarnya tidak diharapkan. Keputusan diambil berdasarkan perhitungan hasil observasi yang ada. Keputusan diambil dengan membandingkan nilai F hitung dengan F tabelnya seperti yang dirumuskan dalam kriteria pengujian. Dalam hal ini, berarti perhitunagn akan sngat mempengaruhi terhadap hasil analisisnya. Perhitungan harus benar-benar akurat dan teliti, karena jika salah dalam perhitungan maka akan salah juga keputusan sehingga kesimpulannya tidak akan seperti kenyataan yang sebenarnya.
6. Membuat Kesimpulan.
Membuat Kesimpulan harus disesuaikan dengan rumusan hipotesisnya. Jika dalam penarikan keputusan, ternyata menerima H0, berarti kesimpulannya adalah seperti rumusan hipotesis H0 itu sendiri. Tetapi, jika dalam penarikan keputusan, ternyata menolak H0, maka kesimpulannya adalah kontradiksi dari H0 itu sendiri yaitu H1nya.

Sunday 8 January 2012

Studi kadar N, P, K tanah pada tanah tercemar hidrokarbon di Bojonegoro

email: prasetyohandrianto@gmail.com

Tambang Minyak Bumi dan Gas Alam yang dikelola secara tradisional/tambang rakyat di Kabupaten Bojonegoro yang berada di wilayah kecamatan Kadewan terdapat 74 unit sumur yang meliputi desa Wonocolo 44 sumur dengan kapasitas produksi 25.771 liter/hari, desa Hargomulyo 18 sumur dengan kapasitas produksi 12.771 liter/hari dan desa Beji 12 sumur dengan kapasitas produksi 8.249 liter/hari. Pada setiap kegiatan penambangan di sumur bor (cutting) tersebut, terdapat tumpahan minyak pada lahan sekitar akibat proses pengangkutan minyak, baik melalui pipa, alat angkut, maupun ceceran akibat proses pemindahan (Nugroho, 2006).
Tumpahan minyak pada tanah terutama banyak terjadi di sekitar sumur tambang/lokasi pengeboran. Tumpahan minyak bumi ini menyebabkan penceran pada tanah (Handayanto dan Hairiah, 2009). Pada PP no. 85 tahun 1999 tentang limbah B3 juga dijelaskan bahwa lumpur minyak bumi termasuk limbah bahan berbahaya dan beracun (B3).
Pencemaran minyak bumi pada tanah ini menyebabkan produktifitas tanah menurun. Terjadi penurunan produktifitas tanah ini seperti pada tanah yang tercemar tumbuhan dan mikroorganisme tanah tidak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Tumbuhan dan tanah mempunyai hubungan timbal balik yang kompleks (Prasetyo, 2011). Selain itu tumbuhan juga mempunyai pengaruh terhadap sifat kimia tanah.
Tumbuhan sangat penting untuk sifat kimia tanah. salah satu hubungan antara tumbuhan dengan sifat kimia tanah adalah dari pengaruh sistem perakaranya dan penyedia bahan organik dari hasil pelapukanya.
Pada umumnya sistem perakaran tanaman terdiri dari xilem, floem, endodermis, korteks dan epidermis. Pengaruh sistem perakaran terhadap sifat kimia tanah adalah melalui aktivitas akar yaitu salah satunya melalui eksudasi bahan organik ke dalam tanah oleh ujung-ujung akar (Handayanto dan Hairiah, 2009).
Eksudasi bahan organik ini adalah akar mengekskresi sejumlah substansi organik ke rizosfer biasanya berupa lendir dan sering disebut dengan mucilage. Substansi organik tersebut berupa asam organik yanng memiliki massa molekul rendah seperti asam amino, fenolik, gula dan vitamin sebagai hasil pelapukan/leakage dekomposisi sel seperti sel akar-akar rambut dan jaringan tanaman misalkan koteks (Handayanto dan Hairiah, 2009).
Keberadaan mucilage tersebut akan mempengaruhi kelarutan beberapa hara di dalam rizosfer dan serapan hara baik secara langsung maupun tidak langsung, pengaruh langsung yaitu melalui pembentukan khelat (kompleks asam organik dengan ion), dan secara tidak langsung yaitu melalui perangsangan aktivitas mikroba. Eksudasi akar digunakan mikroba sebagai sumber nutien (Handayanto dan Hairiah, 2009). Bahan nutient yang di perlukan mikroba antara lain N, P, dan K.
Mikroorganisme membutuhkan seperti nitrogen dan fosfor serta kalium untuk menunjang kehidupan dan metabolismenya (Nugroho, 2006). Unsur N diperlukan mikroba dalam jumlah besar untuk sintesis asam amino dan protein, nukleotida purin dan pirymidin, dan vitamin tertentu. Di tanah, atom N berada dalam berbagai bentuk oksidasi yang semuanya dapat digunakan oleh organisme. Bentuk yang paling disenangi adalah ion amonium (NH4+), karena dalam bentuk ini dapat diubah dalam bentuk organik. Namun ion nitrat (NO3-) juga dapat digunakan oleh beberapa ganggang dan jamur, walau tidak sebanyak bakteri (Handayanto dan Hairiah, 2009).
Mikroorganisme yang banyak hidup dan berperan di lingkungan yang mengandung hidrokarbon adalah bakteri, sedangkan kehadiran jenis yang lain tidak terlalu dominan tetapi cukup berperan yaitu fungi, ragi, alga dan aktinomisetes. Bakteri dalam aktifitas hidupnya memerlukan molekul karbon sebagai salah satu sumber nutrisi dan energi untuk melakukan metabolisme dan perkembangbiakanya. Secara khusus, kelompok mikroorganisme yang mampu menggunakan sumber karbon yang berasal dari senyawa hidrokarbon disebut mikroorganisme hidrokarbonoklastik (Nugroho, 2006).
Pada proses metabolisme bakteri, hara N digunakan sebagai penyusun protein, asam nukleat dan koenzim; hara P digunakan sebagai penyusun asam nukleat, pospolipid dan koenzim; hara K digunakan sebagai kofaktor beberapa enzim. Tercukupinya kebutuhan nutrisi untuk perkembangbiakan bakteri ini akan menambah jumlah bakteri tersebut. Pertambahan jumlah dari bakteri ini akan memaksimalkan proses degradasi hidrokarbon minyak bumi, dengan demikian penurunan konsentrasi hidrokarbon lebih optimal (Suharni, 2008).
Dari urain di atas maka perlu dilakuakan studi anaslis tentang kandungan hara N,P,K pada tanah tercemar hidrokarbon. Tujuan dari studi ini adalah mengetahui berapa kadar N, P, K tanah tercemar hidrokaarbon. Tujuan jangka panjangnya adalah data kadar N, P, K pada tanah tercemar hidrokarbon dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam penerapan teknologi remediasi terhadap hidrokarbon.

Friday 6 January 2012

Terumbu karang di lautan / Coral Reefs In The Ocean

oleh: Prasetyo H
email:prasetyohandrianto@gmail.com
A. Pengantar
Terumbu karang (coral reefs)
Gambar 1. Terumbu karang

Terumbu karang adalah sekumpulan hewan karang yang bersimbiosis dengan sejenis tumbuhan alga yang disebut zooxanhellae. Terumbu karang termasuk dalam jenis filum Cnidaria kelas Anthozoa yang memiliki tentakel (Castro & Huber, 2005). Kelas Anthozoa tersebut terdiri dari dua Subkelas yaitu Hexacorallia (atau Zoantharia) dan Octocorallia, yang keduanya dibedakan secara asal-usul, Morfologi dan Fisiologi (Burke and Laurenroth, 2002).
Koloni karang dibentuk oleh ribuan hewan kecil yang disebut Polip. Dalam bentuk sederhananya, karang terdiri dari satu polip saja yang mempunyai bentuk tubuh seperti tabung dengan mulut yang terletak di bagian atas dan dikelilingi oleh Tentakel (Hutagalung, 2005). Namun pada kebanyakan Spesies, satu individu polip karang akan berkembang menjadi banyak individu yang disebut koloni (Hutagalung, 2010). Hewan ini memiliki bentuk unik dan warna beraneka rupa serta dapat menghasilkan CaCO3. Terumbu karang merupakan habitat bagi berbagai spesies tumbuhan laut, hewan laut, dan mikroorganisme laut lainnya yang belum diketahui (Castro & Huber, 2005).

Gambar 2. Polip karang


Gambar 3. Anatomi Polip karang

B. Istilah
Terumbu karang secara umum dapat dinisbatkan kepada struktur fisik beserta ekosistem yang menyertainya yang secara aktif membentuk sedimen kalsium karbonat akibat aktivitas biologi (biogenik) yang berlangsung di bawah permukaan laut. Bagi ahli geologi, terumbu karang merupakan struktur batuan sedimen dari kapur (kalsium karbonat) di dalam laut, atau disebut singkat dengan terumbu. Bagi ahli biologi terumbu karang merupakan suatu ekosistem yang dibentuk dan didominasi oleh komunitas koral (Castro & Huber, 2005).
Dalam peristilahan 'terumbu karang', "karang" yang dimaksud adalah koral, sekelompok hewan dari ordo Scleractinia yang menghasilkan kapur sebagai pembentuk utama terumbu. Terumbu adalah batuan sedimen kapur di laut, yang juga meliputi karang hidup dan karang mati yang menempel pada batuan kapur tersebut. Sedimentasi kapur di terumbu dapat berasal dari karang maupun dari alga. Secara fisik terumbu karang adalah terumbu yang terbentuk dari kapur yang dihasilkan oleh karang. Di Indonesia semua terumbu berasal dari kapur yang sebagian besar dihasilkan koral. Kerangka karang mengalami erosi dan terakumulasi menempel di dasar terumbu (Aryulina, 2004).

C. Pembentukan Terumbu karang
Sebagian besar terumbu karang terbentuk setelah periode glasial terakhir ketika pencairan es yang menyebabkan permukaan laut naik dan banjir rak kontinental. Ini berarti bahwa sebagian besar terumbu karang kurang dari 10.000 tahun.. Terumbu yang naik terlalu lambat bisa menjadi terumbu tenggelam, tertutup oleh air sehingga ada cukup cahaya (Kleypas, J. 2010). Terumbu karang ditemukan di laut dalam jauh dari rak kontinental, sekitar pulau-pulau samudra dan sebagai atol . Sebagian besar pulau ini berasal dari vulkanik.
Pada 1842 monografi pertama, Struktur dan Distribusi Terumbu Karang oleh Charles Darwin ditetapkan teori pembentukan atol karang , sebuah ide yang didapat selama pelayaran Beagle . Dia berteori mengangkat dan penurunan dari bumi kerak di bawah lautan membentuk atol (Gordon, 2008). Teori Darwin menetapkan urutan tiga tahap dalam pembentukan atol. Ini dimulai dengan terumbu karang tepi membentuk melingkari pulau vulkanik yang akan tenggelam. pulau vulkanik terus menerus turun, fringing reef menjadi karang penghalang, dan akhirnya sebuah karang atol .

Proses terbentuknya Atol adalah sebagai berikut:



Gambar 4. Proses terbentuknya Atol
Keterangan gambar:
1. Teori Darwin dimulai dengan pulau vulkanik yang menjadi punah
2. Pulau dan dasar laut mereda, pertumbuhan karang membangun terumbu karang tepi, sering termasuk sebuah laguna dangkal antara tanah dan karang utama.
3. Seperti penurunan berlanjut, fringing reef menjadi karang penghalang yang lebih besar jauh dari pantai dengan lebih besar dan lebih laguna dalam.
4. Pada akhirnya, pulau tenggelam di bawah laut, dan karang penghalang menjadi atol melampirkan sebuah laguna terbuka.
Proses terbentuknya atol

Gambar 5. Proses terbentuknya Atol (seperti gambar 4) (NOAA, 2010)

Gambar diatas menunjukkan proses dinamis dari bagaimana karang atol bentuk. Karang (diwakili dalam cokelat dan ungu) mulai menetap dan tumbuh di sekitar sebuah pulau kelautan membentuk terumbu karang tepi. Hal ini dapat memakan waktu selama 10.000 tahun untuk membentuk terumbu karang tepi. Selama 100.000 tahun ke depan, jika kondisi memungkinkan, terumbu karang akan terus berkembang. Seperti karang mengembang, pulau interior biasanya mulai mereda dan fringing reef berubah menjadi karang penghalang. Ketika pulau sepenuhnya mereda di bawah air yang meninggalkan cincin karang tumbuh dengan laguna terbuka di tengahnya, itu disebut sebuah atol. Proses pembentukan atol mungkin memakan waktu selama 30.000.000 tahun terjadi
Dimana bagian bawah meningkat, terumbu karang dapat tumbuh di sekitar pantai, tetapi karang dinaikkan di atas permukaan laut mati dan menjadi putih kapur. Jika lahan mereda perlahan, terumbu karang tepi mengimbangi oleh tumbuh di atas dasar yang lebih tua, karang mati, karang penghalang membentuk melampirkan laguna antara karang dan tanah. Sebuah karang penghalang dapat mengelilingi sebuah pulau, dan sekali pulau tenggelam di bawah permukaan laut atol melingkar sekitar karang tumbuh terus bersaing dengan permukaan laut, membentuk laguna pusat. Terumbu karang dan atol Barrier biasanya tidak membentuk lingkaran yang lengkap, tetapi yang rusak di tempat-tempat oleh badai. Seperti kenaikan permukaan laut, sebuah mereda bawah mereda dengan cepat bisa membanjiri pertumbuhan karang, membunuh hewan dan karang (Gordon, 2008).
Dua variabel utama yang menentukan geomorfologi , atau bentuk, terumbu karang adalah sifat yang mendasari substrat di mana mereka beristirahat, dan sejarah perubahan permukaan laut relatif terhadap substrat itu.
Sekitar 20.000 per tahun Barrier Reef berusia Besar menawarkan contoh bagaimana terumbu karang terbentuk di rak kontinental. Permukaan laut kemudian 120 m (390 kaki) lebih rendah daripada di abad ke-21 (Tobin, 2003). Sebagai permukaan laut naik, air dan karang digerogoti apa yang telah perbukitan dataran pantai Australia. Sekitar 13.000 tahun yang lalu, permukaan laut telah meningkat menjadi 60 m (200 kaki) lebih rendah dari saat ini, dan banyak bukit-bukit dataran pantai telah menjadi benua pulau . Seperti kenaikan permukaan laut terus, air menduduki sebagian besar pulau-pulau kontinental. Karang kemudian bisa tumbuh terlalu cepat bukit-bukit, membentuk cays dan terumbu karang. Permukaan laut di Great Barrier Reef tidak berubah secara signifikan dalam 6.000 tahun terakhir (Tobin, 2003). dan usia struktur karang hidup modern diperkirakan antara 6.000 dan 8.000 tahun. Meskipun Great Barrier Reef terbentuk sepanjang landas kontinen, dan tidak di sekitar sebuah pulau vulkanik, prinsip-prinsip Darwin berlaku. Pembangunan berhenti pada tahap karang penghalang, karena Australia tidak akan menenggelamkan. Ini membentuk penghalang terbesar di dunia karang, 300-1,000 m (980-3,300 kaki) dari pantai, peregangan untuk 2.000 km (1.200 mil) (Smithers and Woodroffe, 2000).
Sehat terumbu karang tropis tumbuh horizontal dari 1 sampai 3 cm (0,39-1,) per tahun, dan tumbuh secara vertikal mana saja dari 1 sampai 25 cm (0,39-9,8) per tahun, namun mereka tumbuh hanya pada kedalaman dangkal dari 150 m ( 490 ft) karena kebutuhan mereka untuk sinar matahari, dan tidak dapat tumbuh di atas permukaan laut.

D. Habitat
Terumbu karang pada umumnya hidup di pinggir pantai atau daerah yang masih terkena cahaya matahari kurang lebih 50 m di bawah permukaan laut. Beberapa tipe terumbu karang dapat hidup jauh di dalam laut dan tidak memerlukan cahaya, namun terumbu karang tersebut tidak bersimbiosis dengan zooxanhellae dan tidak membentuk karang (Castro & Huber, 2005).
Ekosistem terumbu karang sebagian besar terdapat di perairan tropis, sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan hidupnya terutama suhu, salinitas, sedimentasi, Eutrofikasi dan memerlukan kualitas perairan alami (pristine). Demikian halnya dengan perubahan suhu lingkungan akibat pemanasan global yang melanda perairan tropis di tahun 1998 telah menyebabkan pemutihan karang (coral bleaching) yang diikuti dengan kematian massal mencapai 90-95%. Selama peristiwa pemutihan tersebut, rata-rata suhu permukaan air di perairan Indonesia adalah 2-3 °C di atas suhu normal (Burke and Laurenroth, 2002).
1. Kondisi optimum
Untuk dapat bertumbuh dan berkembang biak secara baik, terumbu karang membutuhkan kondisi lingkungan hidup yang optimal, yaitu pada suhu hangat sekitar di atas 20oC. Terumbu karang juga memilih hidup pada lingkungan perairan yang jernih dan tidak berpolusi. Hal ini dapat berpengaruh pada penetrasi cahaya oleh terumbu karang (Castro P & Huber ME. 2005).
Beberapa terumbu karang membutuhkan cahaya matahari untuk melakukan kegiatan fotosintesis. Polip-polip penyusun terumbu karang yang terletak pada bagian atas terumbu karang dapat menangkap makanan yang terbawa arus laut dan juga melakukan fotosintesis. Oleh karena itu, oksigen-oksigen hasil fotosintesis yang terlarut dalam air dapat dimanfaatkan oleh spesies laut lainnya (Castro & Huber, 2005). Hewan karang sebagai pembangun utama terumbu adalah organisme laut yang efisien karena mampu tumbuh subur dalam lingkungan sedikit nutrien (oligotrofik) (Burke and Laurenroth, 2002)..
2. Fotosintesis
Proses fotosintesis oleh alga menyebabkan bertambahnya produksi kalsium karbonat dengan menghilangkan karbon dioksida dan merangsang reaksi kimia sebagai berikut:
Ca(HCO3) CaCO3 + H2CO3 H2O + CO2
Fotosintesis oleh algae yang bersimbiosis membuat karang pembentuk terumbu menghasilkan deposit cangkang yang terbuat dari kalsium karbonat, kira-kira 10 kali lebih cepat daripada karang yang tidak membentuk terumbu (ahermatipik) dan tidak bersimbiose dengan zooxanthellae (Hutagalung, 2005).













E. Zona
Terumbu karang menpunyai 3 zona besar: the fore reef, reef crest, and the back reef (frequently referred to as the reef lagoon).

Gambar 6. Tiga besar zona terumbu karang: the fore reef, reef crest, and the back reef (frequently referred to as the reef lagoon).
Ekosistem terumbu karang mengandung zona yang berbeda yang mewakili berbagai jenis habitat. Biasanya, tiga zona utama diakui: terumbu kedepan, puncak karang, dan terumbu belakang (sering disebut sebagai laguna terumbu).
Semua tiga zona secara fisik dan ekologis saling berhubungan. Karang hidup dan proses-proses kelautan menciptakan peluang untuk pertukaran air laut , sedimen , nutrisi, dan kehidupan laut di antara satu sama lain.
Komponen Jadi, mereka terintegrasi dari ekosistem terumbu karang, masing-masing memainkan peran dalam dukungan dari kumpulan yang melimpah dan beragam terumbu karang 'ikan.
Kebanyakan terumbu karang ada di perairan dangkal kurang dari 50 m dalam. Beberapa menghuni rak kontinental dimana tropis keren, kaya nutrisi upwelling tidak terjadi, seperti Great Barrier Reef . Lainnya ditemukan di laut dalam sekitar pulau atau sebagai atol , seperti di Maladewa . Terumbu karang pulau-pulau sekitarnya terbentuk ketika mereda pulau ke laut, dan atol terbentuk ketika sebuah pulau mereda di bawah permukaan laut.

Moyle dan Cech membedakan enam zona, meskipun sebagian besar terumbu hanya memiliki beberapa zona (Moyle & Cech 2003).

Gambar 7. Animasi Air di zona permukaan karang.
Gambar ini merupakan karang di landas kontinen. Gelombang air di perjalanan tersisa lantai off-karang sampai mereka menghadapi lereng terumbu atau terumbu kedepan. Kemudian gelombang melewati puncak karang dangkal. Ketika gelombang memasuki perairan dangkal itu kawanan, yaitu air melambat dan meningkatkan ketinggian gelombang.
1. Permukaan karang adalah bagian dangkal dari terumbu karang. Hal ini tunduk pada gelombang dan naik turunnya pasang surut . Ketika gelombang melewati daerah dangkal, mereka kawanan , seperti yang ditunjukkan dalam diagram di sebelah kanan. Ini berarti air yang sering gelisah. Ini adalah kondisi yang tepat di mana karang berkembang. Kedangkalan berarti ada banyak cahaya untuk fotosintesis oleh simbiosis zooxanthellae , dan air gelisah mempromosikan kemampuan karang untuk makan plankton . Namun, organisme lain harus mampu menahan kondisi kuat untuk berkembang dalam zona ini.
2. Lantai off-karang adalah lantai laut dangkal sekitar karang. Zona ini terjadi oleh terumbu di rak-rak kontinental. Terumbu di sekitar pulau tropis dan atol tiba-tiba jatuh ke kedalaman besar, dan tidak memiliki lantai. Biasanya berpasir, lantai sering mendukung padang lamun yang merupakan daerah penting untuk mencari makan ikan karang.
3. Terumbu drop-off, untuk pertama m-50, habitat ikan karang banyak yang mencari tempat berlindung di muka tebing dan plankton di dalam air di dekatnya. Zona drop-off berlaku terutama untuk pulau-pulau samudra terumbu karang sekitarnya dan atol.
4. Wajah karang adalah zona di atas lantai terumbu karang atau drop-off. "Hal ini biasanya menjadi habitat terkaya pertumbuhan kompleks Its karang dan. berkapur ganggang memberikan celah dan retakan untuk perlindungan, dan invertebrata melimpah dan epifit alga menyediakan sumber makanan yang cukup (Moyle & Cech 2003).
5. Karang datar adalah datar berpasir dapat di belakang terumbu utama, yang berisi potongan karang. "Flat terumbu akan menjadi daerah pelindung berbatasan laguna, atau mungkin permukaan yang datar, berbatu antara karang dan pantai. Dalam kasus sebelumnya, jumlah spesies ikan yang hidup di daerah sering adalah yang tertinggi dari terumbu setiap zona "(Moyle & Cech 2003).
6. Laguna karang - "banyak terumbu karang benar-benar menyertakan suatu daerah, sehingga menciptakan sebuah laguna yang tenang-air yang biasanya berisi patch kecil dari karang (Moyle & Cech 2003).

Namun, topografi "terumbu karang terus berubah Setiap karang terdiri dari patch tidak teratur dari ganggang,. sesil invertebrata, dan batu telanjang dan pasir. Ukuran, bentuk dan kelimpahan relatif dari perubahan ini patch dari tahun ke tahun dalam menanggapi berbagai faktor yang mendukung satu jenis patch atas yang lain karang. Tumbuh, misalnya, menghasilkan perubahan konstan dalam struktur halus dari terumbu karang. Pada skala yang lebih besar, badai tropis mungkin melumpuhkan bagian besar terumbu karang dan menyebabkan batu-batu pada daerah berpasir untuk bergerak " (Connell, 1978).









F. Lokasi terumbu karang

Gambar 7. Peta lokasi Terumbu karang


Gambar 8.Daerah upwelling di merah.

Terumbu karang tidak ditemukan di daerah pesisir di mana dingin dan kaya nutrisi upwellings terjadi.
Terumbu karang diperkirakan mencakup 284.300 km 2 (109.800 sq mi), [19] hanya di bawah 0,1% dari luas permukaan lautan '. The Indo-Pasifik wilayah (termasuk Laut Merah , Samudera Hindia , Asia Tenggara dan Pasifik ) account untuk 91,9% dari total ini. Asia Tenggara menyumbang 32,3% dari angka itu, sementara Pasifik termasuk Australia menyumbang 40,8%. Atlantik dan Karibia terumbu karang untuk memperhitungkan 7,6% (Spalding, Corinna, and Edmund Green, 2001).
Meskipun karang ada baik di perairan hangat dan tropis, terumbu perairan dangkal hanya terbentuk di zona yang membentang dari 30 ° LU sampai 30 ° S dari khatulistiwa. Karang tropis tidak tumbuh pada kedalaman lebih dari 50 meter (160 kaki). Suhu optimum untuk terumbu karang yang paling adalah 26-27 ° C (79-81 ° F), dan terumbu karang di perairan hanya ada sedikit di bawah 18 ° C (64 ° F). [21] Namun, terumbu karang di Teluk Persia telah beradaptasi dengan suhu dari 13 ° C (55 ° F) di musim dingin dan 38 ° C (100 ° F) di musim panas.

G. Di Indonesia dan Indo Pasifik
Terumbu karang merupakan salah satu komponen utama sumber daya pesisir dan laut, disamping hutan bakau atau hutan mangrove dan padang lamun. Terumbu karang dan segala kehidupan yang ada didalamnya merupakan salah satu kekayaan alam yang dimiliki bangsa Indonesia yang tak ternilai harganya. Diperkirakan luas terumbu karang yang terdapat di perairan Indonesia adalah lebih dari 60.000 km2, yang tersebar luas dari perairan Kawasan Barat Indonesia sampai Kawasan Timur Indonesia (Walters GE et al, 1998). Contohnya adalah ekosistem terumbu karang di perairan Maluku dan Nusa Tenggara (Aryulina, 2004).
Indonesia merupakan tempat bagi sekitar 1/8 dari terumbu karang Dunia dan merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman biota perairan dibanding dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya (Walters GE et al, 1998).
Bentangan terumbu karang yang terbesar dan terkaya dalam hal jumlah spesies karang, ikan, dan moluska terdapat pada regional Indo-Pasifik yang terbentang mulai dari Indonesia sampai ke Polinesia dan Australia lalu ke bagian barat yaitu Samudera Pasifik sampai Afrika Timur (Nybakken, 1986).

H. Manfaat
1. Karang sebagai tempat hidup ikan
Terumbu karang mengandung berbagai manfaat yang sangat besar dan beragam, baik secara ekologi maupun ekonomi (Webmaster, 2001). Estimasi jenis manfaat yang terkandung dalam terumbu karang dapat diidentifikasi menjadi dua yaitu manfaat langsung dan manfaat tidak langsung (Walters GE et al, 1998).



2. Manfaat untuk mannusia
a. Pemanfaatan Langsung
Dari terumbu karang yang langsung dapat dimanfaatkan oleh manusia adalah:
1) Sebagai tempat hidup ikan yang banyak dibutuhkan manusia dalam bidang pangan, seperti ikan kerapu, ikan baronang, ikan ekor kuning), batu karang,
2) Pariwisata, wisata bahari melihat keindahan bentuk dan warnanya.
3) Penelitian dan pemanfaatan biota perairan lainnya yang terkandung di dalamnya.
b. Pemanfaatan tidak langsung
Sedangkan yang dalam termasuk pemanfaatan tidak langsung adalah sebagai penahan abrasi pantai yang disebabkan gelombang dan ombak laut, serta sebagai sumber keanekaragaman hayati (Webmaster, 2001).
I. Jenis
Jenis utama tiga terumbu karang adalah:
1. Fringing reef - jenis ini langsung terpasang ke pantai, atau perbatasan dengan saluran dangkal intervensi atau laguna.
2. Barrier karang - karang yang terpisah dari daratan pantai atau pulau dengan saluran dalam atau laguna
3. Atol karang - karang penghalang ini lebih atau kurang melingkar atau terus-menerus meluas sepanjang jalan di sekitar laguna tanpa sebuah pulau pusat.


Gambar 9. Sebuah atol kecil di Maladewa

Gambar 10. Cays yang dihuni di Maladewa

Jenis karang lainnya atau varian adalah:
1. Karang patch
jenis ini adalah singkapan, karang terisolasi relatif kecil, biasanya dalam laguna atau teluk , sering melingkar dan dikelilingi oleh pasir atau padang lamun. Terumbu patch umum.
2. Apron karang
karang yang pendek menyerupai terumbu karang tepi, tetapi lebih miring; memperluas keluar dan ke bawah dari titik atau pantai Semenanjung
3. Bank karang
linear atau berbentuk setengah lingkaran-garis besar, lebih besar dari karang patch yang
4. Karang pita
panjang, sempit, berkelok-kelok mungkin terumbu karang, biasanya berhubungan dengan laguna atol
5. Tabel karang
terumbu karang terisolasi, mendekati tipe atol, tetapi tanpa laguna
6. Habili
ini adalah karang di Laut Merah yang tidak mencapai permukaan cukup dekat untuk menyebabkan terlihat surfing , meskipun mungkin menjadi bahaya untuk kapal (dari bahasa Arab untuk "belum lahir").
7. Microatoll
spesies tertentu membentuk komunitas karang yang disebut microatolls. Pertumbuhan vertikal microatolls dibatasi oleh ketinggian pasang surut rata-rata. Dengan menganalisis pertumbuhan morfologi, microatolls menawarkan rekor rendah-resolusi pola perubahan permukaan laut. Fosil microatolls juga dapat tanggal menggunakan karbon radioaktif kencan . Metode tersebut telah digunakan untuk merekonstruksi Holosen permukaan air laut (Smithers and Woodroffe, 2000).
8. Cays
Berbentuk kecil, elevasi rendah, pulau-pulau berpasir terbentuk pada permukaan terumbu karang. Bahan terkikis dari tumpukan karang di bagian terumbu karang atau laguna, membentuk area di atas permukaan laut. Tanaman dapat menstabilkan cays cukup untuk menjadi dihuni oleh manusia. Cays terjadi di lingkungan tropis di seluruh Pasifik , Atlantik dan Samudra Hindia (termasuk Karibia dan di Great Barrier Reef dan Reef Belize Barrier ), di mana mereka menyediakan lahan pertanian untuk dihuni dan ratusan ribu orang.

Ketika terumbu karang tidak dapat bersaing dengan tenggelamnya sebuah pulau vulkanik, sebuah gunung bawah laut atau Guyot terbentuk. Puncak dari gunung laut dan guyots berada di bawah permukaan. Seamounts dibulatkan di atas dan guyots yang datar. Bagian atas datar Guyot, juga disebut tablemount, adalah akibat erosi oleh gelombang, angin, dan proses atmosfer.

J. Klasifikasi
1. Berdasarkan kemampuan memproduksi kapur
a. Karang hermatipik
Karang hermatifik adalah karang yang dapat membentuk bangunan karang yang dikenal menghasilkan terumbu dan penyebarannya hanya ditemukan di daerah tropis (Zhong and Dong, 1999).
Karang hermatipik bersimbiosis mutualisme dengan zooxanthellae, yaitu sejenis algae uniseluler (Dinoflagellata unisuler), seperti Gymnodinium microadriatum, yang terdapat di jaringan-jaringan polip binatang karang dan melaksanakan Fotosintesis. Dalam simbiosis, zooxanthellae menghasilkan oksigen dan senyawa organik melalui fotosintesis yang akan dimanfaatkan oleh karang, sedangkan karang menghasilkan komponen inorganik berupa nitrat, fosfat dan karbon dioksida untuk keperluan hidup zooxanthellae. Hasil samping dari aktivitas ini adalah endapan kalsium karbonat yang struktur dan bentuk bangunannya khas. Ciri ini akhirnya digunakan untuk menentukan jenis atau spesies binatang karang (Nybakken, 1986).
Karang hermatipik mempunyai sifat yang unik yaitu perpaduan antara sifat hewan dan tumbuhan sehingga arah pertumbuhannya selalu bersifat Fototropik positif. Umumnya jenis karang ini hidup di perairan pantai /laut yang cukup dangkal dimana penetrasi cahaya matahari masih sampai ke dasar perairan tersebut. Disamping itu untuk hidup binatang karang membutuhkan suhu air yang hangat berkisar antara 25-32 °C (Nybakken, 1986).
b. Karang ahermatipik
Karang ahermatipik tidak menghasilkan terumbu dan ini merupakan kelompok yang tersebar luas diseluruh dunia (Zhong and Dong, 1999).

2. Berdasarkan bentuk dan tempat tumbuh
a. Terumbu (reef)
Endapan masif batu kapur (limestone), terutama kalsium karbonat (CaCO3), yang utamanya dihasilkan oleh hewan karang dan biota-biota lain, seperti alga berkapur, yang mensekresi kapur, seperti alga berkapur dan Mollusca (Zhong and Dong, 1999). Konstruksi batu kapur biogenis yang menjadi struktur dasar suatu ekosistem pesisir. Dalam dunia navigasi laut, terumbu adalah punggungan laut yang terbentuk oleh batuan kapur (termasuk karang yang masuh hidup)di laut dangkal (Nybakken, 1986).
b. Karang (koral)
Disebut juga karang batu (stony coral), yaitu hewan dari Ordo Scleractinia, yang mampu mensekresi CaCO3. Karang batu termasuk ke dalam Kelas Anthozoa yaitu anggota Filum Coelenterata yang hanya mempunyai stadium polip. Dalam proses pembentukan terumbu karang maka karang batu (Scleratina) merupakan penyusun yang paling penting atau hewan karang pembangun terumbu (Zhong and Dong, 1999). Karang adalah hewan klonal yang tersusun atas puluhan atau jutaan individu yang disebut polip. Contoh makhluk klonal adalah tebu atau bambu yang terdiri atas banyak ruas (Nybakken, 1986).
c. Karang terumbu
Pembangun utama struktur terumbu, biasanya disebut juga sebagai karang hermatipik (hermatypic coral) atau karang yang menghasilkan kapur. Karang terumbu berbeda dari karang lunak yang tidak menghasilkan kapur, berbeda dengan batu karang (rock) yang merupakan batu cadas atau batuan vulkanik (Nybakken, 1986).
3. Berdasarkan letak
a. Terumbu karang tepi
Terumbu karang tepi atau karang penerus atau fringing reefs adalah jenis terumbu karang paling sederhana dan paling banyak ditemui di pinggir pantai yang terletak di daerah tropis. Terumbu karang tepi berkembang di mayoritas pesisir pantai dari pulau-pulau besar. Perkembangannya bisa mencapai kedalaman 40 meter dengan pertumbuhan ke atas dan ke arah luar menuju laut lepas. Dalam proses perkembangannya, terumbu ini berbentuk melingkar yang ditandai dengan adanya bentukan ban atau bagian endapan karang mati yang mengelilingi pulau. Pada pantai yang curam, pertumbuhan terumbu jelas mengarah secara vertikal.
Contoh: Bunaken (Sulawesi), Pulau Panaitan (Banten), Nusa Dua (Bali).
b. Terumbu karang penghalang
Secara umum, terumbu karang penghalang atau barrier reefs menyerupai terumbu karang tepi, hanya saja jenis ini hidup lebih jauh dari pinggir pantai. Terumbu karang ini terletak sekitar 0.5¬2 km ke arah laut lepas dengan dibatasi oleh perairan berkedalaman hingga 75 meter. Terkadang membentuk lagoon (kolom air) atau celah perairan yang lebarnya mencapai puluhan kilometer. Umumnya karang penghalang tumbuh di sekitar pulau sangat besar atau benua dan membentuk gugusan pulau karang yang terputus-putus.
Contoh: Batuan Tengah (Bintan, Kepulauan Riau), Spermonde (Sulawesi Selatan), Kepulauan Banggai (Sulawesi Tengah).
c. Terumbu karang cincin/atolls
Terumbu karang cincin atau attols merupakan terumbu karang yang berbentuk cincin dan berukuran sangat besar menyerupai pulau. Atol banyak ditemukan pada daerah tropis di Samudra Atlantik. Terumbu karang yang berbentuk cincin yang mengelilingi batas dari pulau¬-pulau vulkanik yang tenggelam sehingga tidak terdapat perbatasan dengan daratan.
d. Terumbu karang datar
Terumbu karang datar atau gosong terumbu (patch reefs), kadang-kadang disebut juga sebagai pulau datar (flat island). Terumbu ini tumbuh dari bawah ke atas sampai ke permukaan dan, dalam kurun waktu geologis, membantu pembentukan pulau datar. Umumnya pulau ini akan berkembang secara horizontal atau vertikal dengan kedalaman relatif dangkal.
Contoh: Kepulauan Seribu (DKI Jakarta), Kepulauan Ujung Batu (Aceh)
4. Berdasarkan zonasi
a. Terumbu yang menghadap angin
Terumbu yang menghadap angin (dalam bahasa Inggris: Windward reef) Windward merupakan sisi yang menghadap arah datangnya angin. Zona ini diawali oleh lereng terumbu yang menghadap ke arah laut lepas. Di lereng terumbu, kehidupan karang melimpah pada kedalaman sekitar 50 meter dan umumnya didominasi oleh karang lunak. Namun, pada kedalaman sekitar 15 meter sering terdapat teras terumbu yang memiliki kelimpahan karang keras yang cukup tinggi dan karang tumbuh dengan subur (Castro P & Huber ME. 2005).
Mengarah ke dataran pulau atau gosong terumbu, di bagian atas teras terumbu terdapat penutupan alga koralin yang cukup luas di punggungan bukit terumbu tempat pengaruh gelombang yang kuat. Daerah ini disebut sebagai pematang alga. Akhirnya zona windward diakhiri oleh rataan terumbu yang sangat dangkal (Castro & Huber, 2005).
b. Terumbu yang membelakangi angin
Terumbu yang membelakangi angin (Leeward reef) merupakan sisi yang membelakangi arah datangnya angin. Zona ini umumnya memiliki hamparan terumbu karang yang lebih sempit daripada windward reef dan memiliki bentangan goba (lagoon) yang cukup lebar. Kedalaman goba biasanya kurang dari 50 meter, namun kondisinya kurang ideal untuk pertumbuhan karang karena kombinasi faktor gelombang dan sirkulasi air yang lemah serta sedimentasi yang lebih besar (Castro & Hube, 2005).

K. Kerusakan terumbu karang
Indonesia merupakan negara yang mempunyai potensi terumbu karang terbesar di dunia. Luas terumbu karang di Indonesia diperkirakan mencapai sekitar 60.000 km2 Hal tersebut membuat Indonesia menjadi negara pengekspor terumbu karang pertama di dunia. Dewasa ini, kerusakan terumbu karang, terutama di Indonesia meningkat secara pesat. Terumbu karang yang masih berkondisi baik hanya sekitar 6,2%. Kerusakan ini menyebabkan meluasnya tekanan pada ekosistem terumbu karang alami (Webmaster, 2001). Meskipun faktanya kuantitas perdagangan terumbu karang telah dibatasi oleh Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES), laju eksploitasi terumbu karang masih tinggi karena buruknya sistem penanganannya (Hutagalung, 2005).
Beberapa aktivitas manusia yang dapat merusak terumbu karang (Schumann, 2009):
1. membuang sampah ke laut dan pantai yang dapat mencemari air laut
2. membawa pulang ataupun menyentuh terumbu karang saat menyelam, satu sentuhan saja dapat membunuh terumbu karang
3. pemborosan air, semakin banyak air yang digunakan maka semakin banyak pula limbah air yang dihasilkan dan dibuang ke laut.
4. penggunaan pupuk dan pestisida buatan, seberapapun jauh letak pertanian tersebut dari laut residu kimia dari pupuk dan pestisida buatan pada akhinya akan terbuang ke laut juga.
5. Membuang jangkar pada pesisir pantai secara tidak sengaja akan merusak terumbu karang yang berada di bawahnya.
6. terdapatnya predator terumbu karang, seperti sejenis siput drupella.
7. penambangan
8. pembangunan pemukiman
9. reklamasi pantai
10. polusi
11. penangkapan ikan dengan cara yang salah, seperti pemakaian bom ikan

L. Daftar Pustaka
Castro P & Huber ME. 2005. Marine Biology Ed ke-5. New York: Mc Graw Hill International.Page 119-125.

Burke IC, Laurenroth WK. 2002. Ecology of the Shortgrass Steppe: A Long-Term Perspective.LTER.Page.56-57.

Hutagalung RA. 2005. Lombok frags-the first sustainable coral cultivation on Indonesia for trade and reef conservation. The 9th International Aquarium Fish &

Accessories Exhibition & Conference, 2005. Aquarama. Singapore.

Hutagalung RA. 2010. Ekologi Dasar. Jakarta.Hlm.21.
Aryulina D. 2004. Biologi SMA untuk kelas X. Jakarta: Esis. Hlm.212.

Sumich JL, Dudley GH. 1992. Laboratory and field investigations in marine biology. Ed.5. Page. 213

Walters GE, et al. 1998. Bottom trawl survey of the eastern Bering Sea continental shelf.Page. 201-203.

Nybakken JW. 1986. Readings in marine ecology. Ed.2. Page.289-291.

Webmaster. 2001. Terumbu karangDiakses pada 5 Apr 2010.

Zhong Y, Dong W. 1999. Zoological studies. Jilid. 38.Page. 114.
Schumann G. 2009. 10 Ways to protect coral reefs.

Coastal Watershed Factsheets – Coral Reefs and Your Coastal Watershed" . Environmental Protection Agency Office of Water. July 1998 . Retrieved December, 2010.

Kleypas, J. 2010. "Coral reef" . The Encyclopedia of Earth .

Darwin, Charles (1842). The Structure and Distribution of Coral Reefs. Being the first part of the geology of the voyage of the Beagle, under the command of Capt. Fitzroy, RN during the years 1832 to 1836 . London: Smith Elder and Co .

Gordon Chancellor (2008). Introduction to Coral reefs . Darwin Online . Diperoleh 2009/01/20.

Animation of coral atoll formation NOAA Ocean Education Service. Retrieved 9 January 2010.

Anderson, Genny (2003). "htm Coral Reef Formation" . Marinebio.net . Diperoleh 5 April 2011.

Tobin, Barry 2003. "How the Great Barrier Reef was formed" . Australian Institute of Marine Science . Diperoleh 22 November 2006.

MSN Encarta (2006). "Great Barrier Reef" Barrier Reef. . Diperoleh 11 Desember 2006.

Smithers, SG and Woodroffe, CD (2000). "Microatolls as sea-level indicators on a mid-ocean atoll". Marine Geology 168 (1–4): 61–78. doi : 10.1016/S0025-3227(00)00043-8 .

Moyle & Cech 2003 , p. 556

Tuesday 3 January 2012

Konsep Pemanfaatan potensi intern daerah untuk mewujudkan Bojonegoro mandiri

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian Dan Analisis
Hasil penelitian tentang konsep pemanfaatan potensi intern daerah untuk pemenuhan kebutuhan hidup penduduk Bojonegoro, ada 2 yaitu data awal, berupa data skunder diperoleh dari Dinas dan Instansi terkait; dan data hasil prediksi dari pengolahan terhadap data sekunder.
Data sekunder yang digunakan adalah berupa:
1. Data jumlah penduduk bojonegoro dari tahun 1980-2010 per 10 tahun (Tabel 4.1.)
2. Data penggunaan lahan tahun 2010 di wilayah kabupaten Bojonegoro (Tabel 4.2.)
3. Data kebutuhan pohon untuk menyuplai kebutuhan O2 per orang (Tabel 4.3.)
4. Data kebutuhan pangan berdasar kebutuhan gizi per individu (Tabel 4.4.)
a. Pemenuhan karbohidrat: konsumsi beras per hari (dewasa)
b. Pemenuhan protein dan lemak: konsumsi telur per hari (dewasa)

Data awal berupa data jumlah penduduk tahun 1980-2010 seperti pada Tabel 4.1 dan data penggunaan lahan di wilayah kabupaten Bojonegoro pada Tabel 4.2 sebagai berikut:
Tabel 4.1 Data Pertumbuhan Jumlah Penduduk Dari Tahun 1980-2010 per 10 Tahun
Tahun 1980 1990 2000 2010
Jumlah penduduk
(jiwa) 999.418 1.104.031 1.165.401 1.209.973
Sumber: BPS Bojonegoro
Berdasarkan data pada Tabel 4.1 tersebut menunjukkan bahwa dari tahun 1980 sampai dengan 2010, jumlah penduduk bojonegoro mengalami peningkatan. Pertambahan penduduk yang semakin meningkat namun luas wilayah Bojonegoro adalah konstan. Penyajian data Pertumbuhan Jumlah penduduk Bojonegoro dengan grafik tipe line dan tipe kolom dapat dilihat pada grafik 4.1a dan 4.1b dibawah ini:

Grafik 4.1a Pertumbuhan penduduk Kabupaten Bojonegoro (Tipe line)


Grafik 4.1b Pertumbuhan penduduk Kabupaten Bojonegoro (Tipe kolom)

Pada Grafik 4.1a dan 4.1b di atas menunjukkan adanya pertumbuhan jumlah penduduk yang terlihat setiap 10 tahun dengan dimulai pada tahun 1980 sampai dengan 2010. Dari tahun 1980 sampai dengan 2010 terlihat adanya peningkatan jumlah penduduk.

Tabel 4.2 Data Penggunaan Lahan (Ha) Wilayah Kabupaten Bojonegoro
Tahun Tanah sawah Tanah kering Hutan Perkebunan Lainya*
2010 76.644 47.413 66.361 26.815 13.473
*lainya: Penggunaan lahan antara lain sebagai perumahan, perkantoran dan perindustrian dan infrastruktur daerah.
Pada Tabel 4.2 di atas menujukkan pengggunaan lahan di wilayah Kabupaten Bojonegoro. Tanah di bojonegoro secara garis besar menurut pemanfaatanya dapat digolongkan menjadi tanah sawah sebesar 76.644 Ha, tanah kering sebesar 47.413 Ha, tanah hutan sebesar 66.361 Ha, perkebunan sebesar 26.815 Ha dan lainya* sebesar 13.473 Ha. Penyajian penggunaan lahan dengan Grafik Pie dapat dilihat pada Grafik 4.2 dibawah ini.

Grafik 4.2 Penggunaan lahan wilayah Bojonegoro tahun 2010

Berdasarkan Tabel 4.2 menunjukkan penggunaan lahan terbesar di wilayah Bojonegoro sampai dengan tahun 2010 adalah digunakan sebagai tanah sawah. sedangkan penggunaan lahan terkecil adalah dugunakan sebagai perumahan, perkantoran dan perindustrian dan infrastruktur daerah atau dalam Grafik 4. diatas disebut sebagai lainya*.
Data awal tentang kebutuhan pohon perorang berdasar kebutuhan O2 setiap orang/jam dan produksi O2 oleh tumbuhan perjam, ditunjukkan pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Data Kebutuhan Pohon untuk Menyuplai O2 per Orang
Kebutuhan O2
(ml/orang/jam) Produksi O2 oleh Tumbuhan
(ml/jam) Kebutuhan pohon
(pohon/orang)*
53.000 15.000 4
* Tumbuhan rata-rata memproduksi O2 per jam, maka 53.000/15.000 = 3,5 tanaman. Jumlah tanaman merupakan bilangan bulat jadi dilakukan pembulatan dari 3,5 pohon menjadi 4 pohon.

Data awal kebutuhan pangan berdasar kebutuhan gizi per individu ditinjau dari kebutuhan konsumsi beras dan telur ditunjukkan pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4. Kebutuhan pangan berdasar kebutuhan gizi per-orang
Jenis makanan Kebutuhan (per-orang/hari) Fungsi
Beras 300 gr* Sumber karbohidrat
Telur 1 butir** Sumber protein dan lemak
*: berdasarkan kecukupan kebutuhan karbohidrat per-orang per hari
*: berdasarkan kecukupan kebutuhan protein dan lemak per-orang per hari

Dari data awal di atas, dilakukan perhitungan tentang prediksi kebutuhan penduduk Bojonegoro dan diperoleh data sebagai berikut:
Dari penelitian ini hasil yang diperoleh berupa:
1. Data jumlah penduduk bojonegoro tahun 2010, tahun 2015 (5 tahun mendatang) dan tahun 2035 (15 tahun yang akan datang).
2. Data kebutuhan pangan (beras, dan telur) penduduk bojonegoro tahun 2010, tahun 2015 (5 tahun mendatang) dan tahun 2035 (15 tahun yang akan datang).
3. Data luas lahan yang di butuhkan untuk sektor pertanian ideal untuk memenuhi kebutuhan pangan penduduk bojonegoro tahun 2010, tahun 2015 (5 tahun mendatang) dan tahun 2035 (15 tahun yang akan datang).
4. Data kebutuhan air penduduk bojonegoro tahun 2010, tahun 2015 (5 tahun mendatang) dan tahun 2035 (15 tahun yang akan datang).
5. Data kebutuhan total oksigen penduduk bojonegoro tahun 2010, tahun 2015 (5 tahun mendatang) dan tahun 2035 (15 tahun yang akan datang).
6. Data kebutuhan tumbuhan hijau (pohon) untuk memenuhi kebutuhan oksigen penduduk bojonegoro tahun 2010, tahun 2015 (5 tahun mendatang) dan tahun 2035 (15 tahun yang akan datang).
7. Data luas lahan yang di butuhkan untuk sektor kehutanan yang ideal dalam memenuhi kebutuhan oksigen penduduk bojonegoro tahun 2010, tahun 2015 (5 tahun mendatang) dan tahun 2035 (15 tahun yang akan datang).

Hasil perhitungan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Jumlah Penduduk Kabupaten Bojonegoro

Tabel 4.5 Data proyeksi penduduk Bojonegoro tahun 2010, tahun 2015 (5 tahun mendatang) dan tahun 2035 (15 tahun yang akan datang).
Tahun 2010* 2015** 2035**
Jumlah penduduk (jiwa) 1.209.973 1.355.444 2.083.625
* Data penduduk Bojonegoro untuk tahun 2010 didapatkan dari data sensus penduduk oleh BPS Bojonegoro
** Proyeksi penduduk untuk tahun 2015 dan 2035 diatas dihitung dengan menggunakan Metode Komponen.

Pada Tabel 4.5 di atas dapat terlihat adanya pertambahan jumlah penduduk Kabupaten Bojonegoro dari tahun 2010 yaitu sebesar 1.209.973 jiwa, pada tahun 2015 menjadi 1.355.444 jiwa dan pada tahun 2035 meningkat menjadi 2.083.625 jiwa. sedangkan untuk penyajian dengan grafik dari proyeksi pertumbuhan penduduk bojonegoro dapat dilihat pada grafik 4.3 dibawah ini.

Garfik 4.3 Proyeksi jumlah penduduk Kabupaten Bojonegoro

Pada Grafik 4.3 diatas menunjukkan bahwa terjadi peningkatan dari tahun 2010, 5 tahun kemudian/yang akan datang yaitu pada tahun 2015 dan 25 tahun yang akan datang yaitu pada tahun 2035.

2. Kebutuhan pangan (beras, dan telur) penduduk bojonegoro
Tabel 4.6 Data kebutuhan pangan (beras, dan telur) penduduk bojonegoro tahun 2010, tahun 2015 (5 tahun mendatang) dan tahun 2035 (15 tahun yang akan datang).
Tahun Bahan Pangan
Beras Telur
Kebutuhan
(ton/tahun) Produksi
(ton/tahun) Kesetimbangan Kebutuhan
(Butir/tahun) Produksi
(butir/tahun) Kesetimbangan
2010 132.492 888.315 Cikup 441.640.145 6.289.730.000 Cukup
2015 148.421 -* Cukup 494.737.060 -* Cukup
2035 228.156 -* Cukup 760.523.125 -* Cukup
* Dianggap sama/konstan dengan tahun 2010, dengan mengabaikan terjadinya peningkatan ataupun penurunanya.
Berdasarkan Tabel 4.6 di atas dapat dilihat bahwa kebutuhan bahan pangan ditinjau dari bahan makanan beras dan telur, berdasarkan pertimbangan jumlah penduduk dan besar konsumsi harian minimal serta produksi beras dan telur kabupaten Bojonegoro, dari tahun 2010 sampai dengan proyeksi ke tahun 2015 dan 2035 adalah cukup. Penurunan Produksi akibat faktor-faktor seperti penurunan lahan sawah dan peningkatan jumlah ternah dll, dalam hal ini adalah diabaikan. penyajian Kebutuhan bahan pangan (beras dan telur) dengan grafik dapat dilihat pada Grafik 4.4 a&b dibawah ini.


Grafik 4.4a Kebutuhan beras penduduk Bojonegoro


Grafik 4.4b Kebutuhan beras penduduk Bojonegoro
Pada Grafik 4.4a dan 4.4b diatas menunjukkan adanya peningkatan kebutuhan beras dan telur dari tahun 2010 ke tahun 2015 dan 2035. hal ini disebabkan karena adanya pertumbuhan jumlah penduduk (prediksi hasil dari proyeksi) dari tahun 2010 ke tahun 2015 dan tahun 2035.

3. Kebutuhan untuk sektor pertanian ideal untuk memenuhi kebutuhan pangan
Kebutuhan untuk sektor pertanian ideal untuk memenuhi kebutuhan pangan penduduk bojonegoro tahun 2010, tahun 2015 (5 tahun mendatang) dan tahun 2035 (15 tahun yang akan datang).

Tabel 4.7 Kebutuhan Lahan sawah ideal untuk padi di Kabupaten Bojonegoro
Tahun Kebutuhan beras Kebutuhan lahan sawah Lahan sawah yang tersedia
2010 132.492 22.082 76.644
2015 148.421 24.737 -*
2035 228.156 38.026 -*
-*: Luas Lahan sawah yang tersedia dianggap sama dengan Luas Lahan sawah pada tahun 2010, dengan mengabaikan pengurangan maupun penambahan Luas Lahan sawah jati.

Pada Tabel 4.7 di atas menunjukkan bahwa luas lahan sawah di Kabupaten Bojonegoro masih mencukupi untuk men-suplai kebutuhan padi penduduk Bojonegoro dari tahun 2010 sampai dengan 2035. Luas lahan sawah yang tersedia tercatat dari tahun 2010 adalah 76.644 Ha. Penyajian kebutuhan lahan sawah penduduk Bojonegoro dengan grafik dapat dilihat pada Grafik 4.5 di bawah ini.

Grafik 4.5 Kebutuhan lahan sawah Kabupaten Bojonegoro

Pada grafik 4.5 menujukkan bahwa terjadi peningkatan kebutuhan lahan sawah di Kabupaten Bojonegoro dari tahun 2010 sebesar 22.082 Ha, prediksi tahun 2015 sebesar 24.737 Ha dan pada tahun 2035 sebesar 38.026 Ha. Besarnya kebutuhan didasarkan pada jumlah penduduk Bojonegoro.

4. Kebutuhan air
Kebutuhan air penduduk Bojonegoro tahun 2010, tahun 2015 (5 tahun mendatang) dan tahun 2035 (15 tahun yang akan datang).

Tabel 4.8 Kebutuhan Air Penduduk Bojonegoro
Tahun 2010 2015 2035
Kebutuhan air (liter)* 26.498.408.700 29.684.223.600 45.631.387.500
*: Kebutuhan air didasarkan pada kebutuhan air per-orang (60 liter) (SNI, 2002).

Pada Tabel 4.8 menunjukkan bahwa pada tahun 2010 kebutuhan air sebesar 26.498.408.700 lietr, perdiksi pada tahun 2015 sebesar 29.684.223.600 liter, dan pada tahun 2035 sebesar 45.631.387.500 liter. Penyajian dengan menggunakan grafik dapat dilihat pada Grafik 4.6 di bawah.

Grafik 4.6 Kebutuhan air penduduk Bojonegoro

Pada grafik 4.6 di atas menujukkan bahwa terjadi peningkatan kebutuhan air di Kabupaten Bojonegoro dari tahun 2010, prediksi tahun 2015 dan pada tahun 2035. Besarnya kebutuhan didasarkan pada jumlah penduduk Bojonegoro.

5. Kebutuhan total oksigen
Kebutuhan total oksigen penduduk bojonegoro tahun 2010, tahun 2015 (5 tahun mendatang) dan tahun 2035 (15 tahun yang akan datang).

Tabel 4.9 Kebutuhan Oksigen penduduk Bojonegoro
Tahun 2010 2015 2035
Kebutuhan Oksigen (Liter/jam) 64.128.569 71.838.532 110.432.125
Produksi Oksigen yang sudah ada (Liter/jam) 119.340.285 -* -*
-*: Pada tahun 2015 dan 2035 dianggap sama dengan tahun 2010, dengan mengabaikan peningkatan dan penurunanya

Pada Tabel 4.9 di atas menunjukkan bawa kebutuhan oksigen penduduk bojonegoro pada tahun 2010, 2015 dan 2035 masih dapat tercukupi dengan produksi oksigen yang sudah ada yang dihasilkan di daerah Bojonegoro. Penyajian dengan grafik ditunjukkan pada Grafik 4.7 di bawah.


Grafik 4.7 Kebutuhan oksigen penduduk Bojonegoro

Pada grafik 4.7 di atas dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan kebutuhan oksigen dari tahun 2010 sebesar 64 juta liter ke tahun 2015 sebesar 71 juta liter dan 2035 sebesar 110 juta liter.

6. Kebutuhan tumbuhan hijau (pohon) untuk memenuhi kebutuhan oksigen.
Kebutuhan tumbuhan hijau (pohon) untuk memenuhi kebutuhan oksigen penduduk bojonegoro tahun 2010, tahun 2015 (5 tahun mendatang) dan tahun 2035 (15 tahun yang akan datang) dapat dilihat pada tabel 4.10 dibawah.




Tabel 4.10 Kebutuhan Tanaman hijau (Pohon jati) kabupaten Bojonegoro
Tahun 2010 2015 2035
Kebutuhan tanaman hijau (pohon) 4.234.906 4.744.054 7.292.687
Jumlah pohon jati yang yang tersedia/ada 7.956.019 -* -*
-*: Jumlah pohon jati dianggap sama dengan jumlah pohon jati pada tahun 2010, dengan mengabaikan pengurangan maupun penambahan jumlah pohon jati.

Pada Tabel 4.10 di atas menunjukkan bawa kebutuhan tanaman hijau penduduk Bojonegoro pada tahun 2010, 2015 dan 2035 adalah tercukupi sebab jumlah pohon jati yang sudah ada di daerah Bojonegoro yaitu 7.956.019 pohon. Penyajian dengan grafik ditunjukkan pada Grafik 4.8 di bawah.











Grafik 4.8 Kebutuhan tanaman hijau (pohon jati)

Pada grafik 4.8 di atas dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan kebutuhan oksigen dari tahun 2010 sebesar 4.2 juta pohon ke tahun 2015 sebesar 4.7 juta pohondan 2035 sebesar 7.2 juta pohon.




7. Luas lahan yang di butuhkan untuk sektor kehutanan yang ideal dalam memenuhi kebutuhan oksigen
Luas lahan yang di butuhkan untuk sektor kehutanan yang ideal dalam memenuhi kebutuhan oksigen penduduk bojonegoro tahun 2010, tahun 2015 (5 tahun mendatang) dan tahun 2035 (15 tahun yang akan datang).

Tabel 4.11 Kebutuhan Lahan untuk Hutan Jati Kabupaten Bojonegoro
Tahun 2010 2015 2035
Kebutuhan lahan hutan pohon jati (Ha) 4.235 4.744 7.293
Luas hutan yang sudah ada 66.361 -* -*
-*: Pada tahun 2015 dan 2035 dianggap sama dengan tahun 2010, dengan mengabaikan peningkatan dan penurunanya

Pada Tabel 4.11 menunjukka bahwa kebutuhan lahan untuk hutan jati ditinjau dari pemenuhan kebutuhan oksigen penduduk Bojonegoro masih terpenuhi. Kebutuhan pada tahun 2010 sebesar 4.235 ha, tahun 2015 sebesar 4.744 ha dan pada tahun 2035 sebesar 7.293 ha. sedang luas lahan jati di Bojonegoro yang sudah ada adalah 66.362 ha. Penyajian dengan menggunakan grafik dapat dilihat pada grafik 4.9 dibawah.


Grafik 4.9 Kebutuhan lahan hutan jati kabupaten Bojonegoro
Pada Grafik 4.9 dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan kebutuhan lahan hutan jati bojonegoro dari tahun 2010 sebesar 4.235 ha, 2015 sebesar 4.744 dan tahun 2035 sebesar 7.293 ha.

B. Pembahasan
1. Jumlah penduduk Bojonegoro
Pada Tabel 4.5 di atas dapat terlihat adanya pertambahan jumlah penduduk Kabupaten Bojonegoro dari tahun 2010 yaitu sebesar 1.209.973 jiwa, pada tahun 2015 menjadi 1.355.444 jiwa dan pada tahun 2035 meningkat menjadi 2.083.625 jiwa.
Pertumbuhan penduduk adalah perubahan populasi sewaktu-waktu, dan dapat dihitung sebagai perubahan dalam jumlah individu dalam sebuah populasi menggunakan "per waktu unit" untuk pengukuran.
Perhitungan proyeksi penduduk pada penelitian ini menggunakan metode komponen. Metode ini sering digunakan dalam penghitunag proyeksi penduduk. Metode ini melakukan tiap komponen penduduk secara terpisah dan untuk mendapat proyeksi jumlah penduduk total, hasil proyeksi tiap komponen digabungkan.
Hasil proyek penduduk sanagat bermanfaat untuk perencanaan penyediaan beras, kebutuhan oksigen, kebutuhan luas lahan pertanian, kebutuhan air dan beberapa kebutuhan hidup lainya.
Proyeksi penduduk dapat digunakan dalam rangka perencanaan pembangunan di segala bidang, diperlukan informasi mengenai keadaan penduduk seperti jumlah penduduk, persebaran penduduk, dan susunan penduduk menurut umur. Informasi yang harus tersedia tidak hanya menyangkut keadaan pada saat perencanaan disusun, tetapi jugaa informasi masa lalu dan masa kini sudah tersedia dari hasil sensus dan survei-survei, Sedangkan untuk masa yang akan datang, informasi tersebut perlu dibuat suatu proyeksi yaitu perkiraan jumlah penduduk dan komposisinya di masa mendatang.
Proyeksi penduduk adalah perhitungan jumlah penduduk (menurut komposisis umur dan jenis kelmain) di masa yang akan datang berdasarkan asumsi arah perkembangan fertilitas, mortalitas dan migrasi.
Ketika pertumbuhan penduduk dapat melewati kapasitas muat suatu wilayah atau lingkungan hasilnya berakhir dengan kelebihan penduduk. Gangguan dalam populasi manusia dapat menyebabkan masalah seperti polusi dan kemacetan lalu lintas, meskipun dapat ditutupi perubahan teknologi dan ekonomi. Wilayah tersebut dapat dianggap "kurang penduduk" bila populasi tidak cukup besar untuk mengelola sebuah sistem ekonomi (lihat penurunan penduduk). Namun pada Kabupaten Bojonegoro sampai dengan tahun 2035, ditinjau dari pertumbuhan penduduknya masih belum menjadi sebuah permasalahan, dikarenakan wilayah dan beberapa kebutuhan masih dapat tercukkupi dengan potensi daerah Bojonegoro sendiri.
Kepadatan penduduk dihitung dengan membagi jumlah penduduk dengan luas area dimana mereka tinggal. Beberapa pengamat masyarakat percaya bahwa konsep kapasitas muat juga berlaku pada penduduk bumi, yakni bahwa penduduk yang tak terkontrol dapat menyebabkan katastrofi Malthus. Beberapa menyangkal pendapat ini. Grafik berikut menunjukkan kenaikan logistik penduduk.
Pertumbuhan penduduk yang makin cepat, mendorong pertumbuhan aspek-aspek kehidupan yang meliputi aspek social, ekonomi, politik, kebudayaan dan sebagainya. Dengan begitu, maka juga bertambahlah sistem mata pencaharian hidup menjadi lebih kompleks (Saly, 2011).
Secara umum ada 3 faktor utama kecepatan pertummbuhan pendudukyang mempengaruhi yaitu Kelahiran (Fertilitas), Kematian (Mortalitas) dan Perpindahan (Migrasi) (Saly, 2011).
Pertumbuhan penduduk dunia tiap tahunnya mengalami pertambahan yang semakin pesat, secara tidak langsung SDM juga semakin bertambah. Semakin bertambahnya SDM harus diimbangi dengan peningkatan mutu maupun kualitas dari SDM itu sendiri. Faktor penunjang peningkatan kualitas maupun mutu dari SDM adalah dari pendidikan. Banyaknya lembaga pendidikan merupakan salah satu indikasi dari perlunya masyarakat akan dunia pendidikan.
Pertambahan penduduk diiringi dengan laju pertumbuhan transportasi menyebabkan tidak terkontrolnya pencemaran. Emisi gas buang kendaraan, polusi pabrik, efek rumah kaca dan penebangan hutan secara besar besaran merupakan hal utama penyebab Global warming.
Bilangan penduduk yang melebihi keupayaan tampung sesebuah kawasan atau persekitaran menimbulkan masalah penduduk berlebihan. Ini mungkin disebabkan oleh pertumbuhan penduduk atau penurunan muatan kawasan tersebut. Pertambahan penduduk manusia secara mendadak boleh menimbulkan masalah seperti pencemaran dan kesesakan lalu lintas, yang boleh diburukkan lagi ataupun dipulihkan oleh perubahan teknologi dan ekonomi. Begitu juga, sesebuah kawasan mengalami kekurangan penduduk jika bilangan penduduknya tidak cukup untuk menampung sistem ekonominya (Aditya, 2010).
Masalah pertumbuhan penduduk ini memberikan dampak yang luas antara lain pada penyediaan bahan pangan, pendidikan, kesehatan dan lapangan kerja.untuk membangun manusia Indonesia yang sehat, berilmu, sejahtera dan berbudi pekerti luhur, Maka laju pertumbuhan penduduk ini harus diatasi dengan sungguh–sungguh.supaya perbaikan kesejahteraan rakyat dapat dicapai.
Tetapi prediksi jumlah penduduk dengan cara seperti ini belum dapat menunjukkan karakteristik penduduk dimasa yang akan datang. Untuk itu diperlukan proyeksi penduduk menurut umur dan jenis kelamin yang membutuhkan data yang lebih rinci yakni mengenai tren fertilitas, mortalitas dan migrasi.
Hal-hal yang perlu dilakukan untuk menekan pesatnya pertumbuhan penduduk yaitu menggalakkan program KB atau Keluarga Berencana untuk membatasi jumlah anak dalam suatu keluarga secara umum dan masal, sehingga akan mengurangi jumlah angka kelahiran dan menunda masa perkawinan agar dapat mengurangi jumlah angka kelahiran yang tinggi (Aditya, 2010).
Cara-cara yang dapat dilakukan untuk mengimbangi pertambahan jumlah penduduk yaitu penambahan dan penciptaan lapangan kerja, dengan meningkatnya taraf hidup masyarakat maka diharapkan hilangnya kepercayaan banyak anak banyak rejeki. Di samping itu pula diharapkan akan meningkatkan tingkat pendidikan yang akan merubah pola pikir dalam bidang kependudukan (Aditya, 2010).
Meningkatkan kesadaran dan pendidikan kependudukan yaitu dengan semakin sadar akan dampak dan efek dari laju pertumbuhan yang tidak terkontrol, maka diharapkan masyarakat umum secara sukarela turut mensukseskan gerakan keluarga berencana.
Mengurangi kepadatan penduduk dengan program transmigrasi yaitu dengan menyebar penduduk pada daerah-daerah yang memiliki kepadatan penduduk rendah diharapkan mampu menekan laju pengangguran akibat tidak sepadan antara jumlah penduduk dengan jumlah lapangan pekerjaan yang tersedia.
Meningkatkan produksi dan pencarian sumber makanan yaitu hal ini untuk mengimbangi jangan sampai persediaan bahan pangan tidak diikuti dengan laju pertumbuhan. Setiap daerah diharapkan mengusahakan swasembada pangan agar tidak ketergantungan dengan daerah lainnya (Aditya, 2010).

2. Kebutuhan Pangan penduduk Bojonegoro
Berdasarkan Tabel 4.6 di atas dapat dilihat bahwa kebutuhan bahan pangan ditinjau dari bahan makanan beras dan telur, berdasarkan pertimbangan jumlah penduduk dan besar konsumsi harian minimal serta produksi beras dan telur kabupaten Bojonegoro, dari tahun 2010 sampai dengan proyeksi ke tahun 2015 dan 2035 adalah cukup. Penurunan Produksi akibat faktor-faktor seperti penurunan lahan sawah dan peningkatan jumlah ternah dll, dalam hal ini adalah diabaikan.
Kebutuhan pangan pada penelitian ini adalah di tinjau dari kebutuhan beras dan telur. Manusia sebagai makhluk hidup memerlukan makanan. Makanan merupakan asupan gizi untuk memenuhi kebutuhan tubuh manusia. Kebutuhan gizi yang dibutuhkan tubuh antara lain adalah karbohidrat sebagai sumber tenaga dan protein dan lemak sebagai zat penyusun molekuler tubuh. Pada penelitian ini kebutuhan karbohidrat di cukupi dengan konsumsi beras, dan kebutuhan proten dan lemak dicukupi dengan konsumsi telur.
Standart kecukupan gizi secara ukuran dapat dibagi kedalam dua bagian yaitu ukuran makro, yaitu kecukupan kalori (energi) dan kecukupan protein dan ukuran mikro, yaitu kecukupan vitamin dan mineral. Pada penelitian ini difokuskan pada ukuran makro yaitu karbohidrat dan protein serta lemak.
Dalam menentukan analisis kecukupan antara ketersediaan/produksi dengan konsumsi bahan pangan di Bojonegoro, dilakukan dengan perhitungan dari kebutuhan perorang, dihitung dari total jumlah penduduk Bojonegoro.
Produksi dan ketersedian pangan di Kabupaten Bojonegoro untuk tahun 2010 sampai dengan tahun 2035 masih mencukupi, Pada tahun 2010 masih mencukupi meskipun ada sekitar 5000 hektar lahan pertanian di Bojonegoro mengalami puso,. Sebab luasan areal tanaman padi tahun 2010 di Bojonegoro mencapai kurang lebih 110 ribu hektar. Serangan hama tidak mencapai 10% jadi bukan menjadi suatu permasalahan.
Selain jumlah areal tanam yang diserang hama masih sedikit dibanding luas tanam yang ada, amannya produksi dan ketersedian pangan di Bojonegoro ini dikarenakan masih ada musim tanam dua kali. Khususnya areal tanam di Daerah Aliran Sungai (DAS) Bengawan Solo yang memanfaatkan sisitim pompanisasi dan musim penghujan nanti.
Luas areal tanaman padi di Bojonegoro tahun 2010 76 ribu hektar. Akan tetapi pada tahun 2009 sekitar 110 ribu hektar. Dengan luas areal tanam ini produksi tanaman padi Bojonegoro masih masuk 10 besar di Jawa Timur dengan produktifitas per hektar hanya 6,5 ton per hektar. Selain daerah sawah masih terdapat 115 hektar areal tanaman padi di kawasan hutan yang belum kita masukkan meski selalu ditanami dimusim penghujan.
Meskipun di daerah Bojonegoro kebutuhan padi tidak menjadi masalah namun ada beberapa hal yang perlu di oerhatikan dalam melakukan pendataan produksi padi adalah antara lain secara tidak sadar sering dilakukan kerancuan dalam penghitungan pangan beras, tidak membedakan antara tingkat produksi gabah di lapangan, produksi riil yang dapat dibawa ke gudang untuk diproses, hasil beras yang diperoleh dari penggilingan, dan banyaknya kebutuhan konsumsi riil seluruh masyarakat dalam satu tahun. Diskrepensi atau ketidak samaan data sering kita temukan, karena kita menggunakan data pada tataran yang berbeda, tidak secara spesifik pada tingkat lahan, tingkat penggilingan padi, ataukah pada tingkat konsumsi riil.
Secara umum, tingkat produksi beras untuk penyediaan kebutuhan pangan (beras) nasional dapat dibagi menjadi dua, yaitu: pertama, produksi pangan (padi) yang diperoleh dari lapangan atau yang sering diistilahkan sebagai “rice availability as produced” (ketersediaan padi di lapangan, berdasarkan perhitungan luas panen x produktivitas per ha).
Data BPS dan data Kementerian Pertanian adalah data yang diperoleh dari perhitungan luas panen x produktivitas per ha, sehingga data tersebut merupakan data pangan lapangan; kedua, produksi pangan (beras) yang senyatanya dikonsumsi masyarakat (rice availability as consumed). Kebutuhan dan kecukupan pangan nasional diukur dari ketersediaan pangan yang benar-benar dikonsumsi masyarakat (food as consumed). Masyarakat merasa kekurangan pangan (beras), apabila makanan yang dapat dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan kalori dan “pemuas perasaan lapar” tidak tercukupi.
Perbedaan penghitungan akan muncul, karena produksi padi (beras) yang dihitung sebagai “rice as produced”, hingga sampai pada tingkat pangan yang dikonsumsi (rice as consumed) mengalami perjalanan yang panjang dan periode waktu yang lama, sehingga dapat dipastikan terjadi pengurangan di perjalanan tersebut. Pengurangan-pengurangan itulah yang mengakibatkan terjadinya perbedaan data pangan.
Pengurangan produksi pangan secara umum disebabkan oleh tiga macam proses penanganan, yaitu (a) kehilangan gabah pasca panen, (b) kehilangan beras pada proses penggilingan, dan (c) kehilangan beras dan nasi sejak dari keluar penggilingan hingga sampai mulut konsumen.
Kita mengenal kehilangan pasca panen yang dimaknai sebagai hilang pada waktu panen padi, perontokan gabah, pengangkutan dan penjemuran gabah menjelang gabah digiling. Taksiran kehilangan pasca panen tersebut diperkirakan 15%.
Akan tetapi, karena produksi yang biasanya dicatat dan dilaporkan oleh petugas mantri statistik dan petugas “mantri tani” adalah data “produksi lapang” yang dihitung dari luasan panen (ha) dikali dengan produktivitas per ha, maka hal itu berarti bahwa data yang dilaporkan belum dikurangi dengan data kehilangan hasil pada proses pasca panen. Dengan begitu data produksi nasional seharusnya dikurangi oleh kehilangan pasca panen. Untuk penghitungan produksi secara konservatif, kita gunakan data kehilangan pasca panen di lapangan 10,5%, bukan 15%.
Kehilangan bahan pangan beras pada proses penggilingan gabah terjadi karena gabah tercecer pada waktu penjemuran, termakan tikus di gudang, gabah rusak pada waktu penyimpanan, “terbuang” saat penggilingan, dan beras hancur pada waktu disosoh. Jumlah kehilangan tersebut dari berbagai rice milling unit belum pernah dihitung secara nasional, perkiraan secara konservatif (hati-hati) adalah sebesar 3,25%.

3. Luas lahan yang di butuhkan untuk sektor pertanian ideal penduduk Bojonegoro
Pada Tabel 4.7 diatas menunjukkan bahwa luas lahan sawah di Kabupaten Bojonegoro masih mencukupi untuk men-suplai kebutuhan padi penduduk Bojonegoro dari tahun 2010 sampai dengan 2035. Luas lahan sawah yang tersedia tercatat dari tahun 2010 adalah 76.644 Ha.
Dari total luas lahan sawah di Kabupaten Bojonegoro yang mencapai 76.626 hektar, sebagian besar masih menggunakan sawah tadah hujan seluas 38.348 hektar. Hal seperti ini cukup menyulitkan petani, karena pasokan air selalu menunggu datangnya musim hujan. Berdasarkan analisa hujan dari BMKG peralihan musim kemarau ke musim hujan untuk wilayah Kabupaten Bojonegoro terjadi biasanya pada bulan Oktober.
Seluruh lahan sawah di Kabupaten Bojonegoro masih menggunakan sistem tadah hujan. Sekitar 7.800 hektar lahan sawah yang sudah mulai dilakukan penanaman padi dengan sistem pengairan dari sungai Bengawan Solo.
Luas sawah secara keseluruhan mencapai 76.626 ha, yang dibagi menjadi sawah tekhnis 15.920 ha, sawah setengah tekhnis 4.821 ha, sederhana 3.719 ha, sawah desa 13.318. Dan yang paling banyak adalah luas sawah tadah hujan yang mencapai 38.348 hektar.
Pemakaian lahan pertanian di Kabupaten Bojonegoro tahun 2010 ini mencapai 76.626 hektar lahan sawah yang terdiri dari irigasi teknis, setengah teknis, sederhana, desa maupun irigasi tadah hujan.
Sesuai Data di Dinas Pertanian (Disperta) Bojonegoro jumlah sawah irigasi teknis mencapai 15.920 hektar, irigasi setengah teknis 4.821 hektar, irigasi sederhana 3.719 hektar, irigasi desa non PU 13.818 hektar dan sawah tadah hujan mencapai 38.348 hektar.
Sedangkan untuk lahan bukan sawah di Kabupaten Bojonegoro terdiri dari tegal seluas 26.362 hektar dan ladang mencapai 16.965 hektar dengan jumlah total mencapai 43.327 hektar.
.
4. Kebutuhan air penduduk bojonegoro
Pada Tabel 4.8 menunjukkan bahwa pada tahun 2010 kebutuhan air sebesar 26.498.408.700 lietr, perdiksi pada tahun 2015 sebesar 29.684.223.600 liter, dan pada tahun 2035 sebesar 45.631.387.500 liter.
Sumber daya air di Bojonegoro sumber airnya sangat melimpah yang berasal dari air hujan sebanyak 67 m3/detik. Potensi air berasal dari sungai/kali, waduk, dan mata air. Potensi air terbesar berasal dari sungai Bengawan Solo dan waduk pacal. Rata-rata penduduk Bojonegoro memanfaatkan air sumur dalam memenuhi kebutuhan kebutuhan air domestik.
Pada musim penghujan kebutuhan air domestik di daerah bojonegoro tidak menjadi masalah (dapat mencukupi) namun pada saat musim kemarau masyarakat di beberapa kecamatan di Kabupaten Bojonegoro seperti Kecamatan Kedungadem, Kepohbaru, Sugihwaras, Bubulan, Temayang, Gondang, Tambakrejo, Ngambon, dan Ngasem mulai krisis air bersih. Jumlah desa yang meminta bantuan pasokan air bersih kemungkinan besar juga akan terus bertambah.
Di setiap kecamatan itu sedikitnya ada 2-4 desa yang kesulitan air bersih. Tiap hari Pemkab Bojonegoro mengirim 3-4 tanki air bersih ke kecamatan yang sudah mengajukan data kebutuhan air.
Kendala utama yang dihadapi oleh PDAM Bojonegoro adalah masih terbatasnya jumlah sumber air dan sistem jaringan penyediaan air bersih yang belum mampu menjangkau seluruh wilayah di Kabupaten Bojonegoro. Jaringan pipa air bersih yang dilakukan oleh PDAM Kabupaten Bojonegoro belum bisa mencapai wilayah Kecamatan Ngasem secara keseluruhan.
Saat ini baru dibangun jaringan utama pipa distribusi air bersih yang daerah pelayanannya juga masih sangat terbatas. Kondisi alam dibeberapa daerah Bojonegoro yang masih dikelilingi oleh hutan jati atau tanaman industri, menyebabkan pembangunan sarana dan prasarana menjadi sedikit terlambat. Dalam perencanaan operasi sistem distribusi air bersih diperlukan suatu analisa mengenai kondisi hidrolika pada komponen-komponen sistem distribusi dan analisa optimasi sistem operasi distribusi air bersih akibat adanya perubahan kondisi kebutuhan air minum sepanjang waktu pada titik simpul.
Kesenjangan yang terjadi antara ketersediaan air sumur antara musim hujan dan kemarau diduga karena keadaan topografi kabupaten Bojonegoro, pengurangan luas hutan sebagai penyangga air. Solusi yang dapat dilakukan adalah distribusi air dari PDAM lebih diperluas dan mengurangi penebangan hutan, atau penerapan sistem tebang tanam, yaitu pada saat menebang diikkuti dengan menanam pohon jati itu sendiri.

5. Kebutuhan total oksigen penduduk Bojonegoro
Pada Tabel 4.9 di atas menunjukkan bawa kebutuhan oksigen penduduk bojonegoro pada tahun 2010, 2015 dan 2035 masih dapat tercukupi dengan produksi oksigen yang sudah ada yang dihasilkan di daerah Bojonegoro.
Air sangat penting untuk kesehatan, dan tiap individu membutuhkan dalam jumlah yang berbeda. Studi telah menghasilkan berbagai rekomendasi bahwa kebutuhan air tiap orang sangat berbeda tergantung dari banyak faktor, termasuk kesehatan, seberapa aktif dan iklim.
Meskipun tak ada satu konsep yang cocok untuk semua orang, atau lebih jauh tentang ketubuhan air dari tubuh namun membantu untuk menerka berapa banyak air yang perlu diminum tiap harinya.
Fungsi air di dalam tubuh, air merupakan komponen utama dari tubuh, rata-rata tiap orang memiliki 60% air dari berat tubuhnya. Semua sistem di dalam tubuh tergantung oleh air. Sebagai contoh, air akan membilas racun dari organ vital, membawa nutrisi ke sel tubuh dan menghasilkan kelembapan bagi jaringan telinga, hidung dan tenggorokan.
Kurangnya air dalam tubuh dapat menyebabkan dehidrasi, yaitu keadaan yang timbul karena tubuh kekurangan air sehingga tidak dapat menjalankan fungsi normalnya.
Kehilangan air pada tubuh dapat melalui pernafasan, keringat, urin dan pergerakan usus. Agar tubuh berfungsi normal, maka air yang hilang harus digantikan dengan mengkonsumsi makanan dan minuman yang mengandung air.
Dua pendekatan untuk kebutuhan air rata-rata pada orang dewasa yaitu pendekatan pengganti. Rata-rata keluaran urin orang dewasa 1,5 liter sehari. Air juga dapat keluar melalui pernafasan, keringat dan pergerakan usus. Makanan biasanya menyumbangkan 20% dari jumlah total yang diperlukan, jadi bila mengkonsumsi 2 liter air atau minuman lainnya dalam sehari (kurang lebih 8 gelas), maka cairan yang hilang akan tergantikan.
Rekomendasi Institute of Medicine menyarankan pria untuk mengkonsumsi 3 L (13 gelas) dan perempuan mengkonsumsi 2,2 liter (9 gelas) dari total minuman dalam sehari.
Beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan air adalah banyaknya keperluan air yang dibutuhkan tubuh tergantung dari keaktifan, cuaca, kesehatan, dan bila hamil atau menyusui.
Olah raga, semakin banyak berolahraga, maka akan semakin banyak air yang dibutuhkan tubuh. Tambahan 1-2 gelas air, biasanya cukup untuk olahraga yang singkat, tetapi bila olahraga lama maka perlu jumlah tambahan. Berapa banyak cairan tambahan yang dibutuhkan tergantung dari banyaknya keringat selama olah raga, biasanya 2-3 gelas dalam sejam sudah cukup, kecuali udara sangat panas. Lebih baik bila menggantikan air dengan cairan elektrolit sehingga elektrolit tubuh yang hilang (natrium) bersama keringat dapat tergantikan.
Lingkungan, udara yang panas dan lembab dapat membuat berkeringat sehingga membutuhkan tambahan air. Udara dalam ruangan yang panas juga dapat membuat kulit kehilangan kelembapannya. Ketinggian lebih dari 2500 meter (8200 kaki) dapat menyebabkan peningkatan urinasi dan bernafas menjadi lebih cepat, sehingga lebih banyak cairan yang terbuang.
Keadaan kesehatan dan Penyakit, tanda penyakit seperti demam, muntah dan diare, dapat menyebabkan tubuh kekurangan cairan. Bila terjadi, maka Anda harus minum air lebih banyak dan lebih baik bila dapat menggantikan elektrolit yang keluar juga. Kondisi tertentu seperti infeksi kandung kemih serta adanya batu di saluran kemih juga membutuhkan cairan lebih banyak. Kondisi lainnya seperti kelainan jantung dan beberapa tipe penyakit ginjal, hati atau penyakit adrenal dapat mengganggu ekskresi air oleh sebab itu asupan air perlu dibatasi.
Hamil dan menyusui, wanita yang sedang hamil atau menyusui membutuhkan cairan untuk tetap terhidrasi. Sejumlah besar cairan hilang saat menyusui. Institute of Medicine merekomendasikan bahwa pada wanita hamil membutuhkan minum 2,4 liter (10 gelas) air sedangkan bila menyusui disarankan untuk minum 3,0 liter air (12,5 gelas) setiap harinya.

6. Kebutuhan tumbuhan hijau (pohon) untuk memenuhi kebutuhan oksigen penduduk bojonegoro
Pada Tabel 4.10 di atas menunjukkan bawa kebutuhan tanaman hijau penduduk Bojonegoro pada tahun 2010, 2015 dan 2035 adalah tercukupi sebab jumlah pohon jati yang sudah ada di daerah Bojonegoro yaitu 7.956.019 pohon
Pohon diperlukan untuk menghasilkan oksigen sebagai kebutuhan pernapasan manusia. Oksigen dihasilkan dari pohon sebagai hasi dari fotosintesis.
Fotosintesis adalah proses fisiko-kimia di mana tanaman, alga dan bakteri fotosintetik menggunakan energi cahaya untuk mendorong sintesis senyawa organik. Pada tumbuhan, alga dan beberapa jenis bakteri, hasil proses fotosintesis dalam pelepasan molekul oksigen dan penghapusan karbon dioksida dari atmosfer yang digunakan untuk mensintesis karbohidrat (fotosintesis oksigenik) (Calvin, 1989).
Produk oksigen dari fotosintesis dapat berasal baik dari CO2 atau H2O senyawa awal. Untuk menentukan mana yang asli senyawa ini berkontribusi pada produk akhir O2, percobaan pelacak isotop dilakukan dengan menggunakan 18 O:
18 O adalah isotop berat oksigen
H2O + CO 18 2 menghasilkan 18 O 2
H2O + C 18 0 2 menghasilkan O 2
Oleh karena itu, O2 produk akhir harus berasal dari air dan bukan dari karbon dioksida.

7. Luas lahan untuk sektor kehutanan yang ideal dalam memenuhi kebutuhan oksigen penduduk bojonegoro
Pada Tabel 4.11 menunjukka bahwa kebutuhan lahan untuk hutan jati ditinjau dari pemenuhan kebutuhan oksigen penduduk Bojonegoro masih terpenuhi. Kebutuhan pada tahun 2010 sebesar 4.235 ha, tahun 2015 sebesar 4.744 ha dan pada tahun 2035 sebesar 7.293 ha. sedang luas lahan jati di Bojonegoro yang sudah ada adalah 66.362 ha.
Kebutuhan hutan ini didasarkan pada kebutuhan oksigen penduduk Bojonegoro. Hutan Bojonegoro merupakan jenis hutan jati. Tumbuhan jati merupakan tumbuhan hijau yang melakukan fotosintesis.
Fotosintesis pada tumbuhan hijau membantu memperbaiki lapisan atmosfir menghasilkan oksigen yang sangat diperlukan oleh mahkluk hidup dan mengambil karbondioksida dari udara. Jika tumbuhan hijau tidak menghasilkan oksigen, maka hampir semua kehidupan akan berhenti. Jika karbondioksida bertambah banyak di atmosfer hal ini dapat merubah iklim di bumi secara drastis.
Lahan Hutan (jati sebagai komuditas utama) Bojonegoro cukup luas yang tersebar hampir di setiap kecamatan Kabupaten Bojonegoro (baik dikelola oleh Perum Perhutani maupun hutan rakyat). Jati yang dihasilkan oleh hutan di Bojonegoro merupakan katogori jati kualitas unggulan. Hutan jati selain mempunyai keuntungan sebagai penghijauan (penghasil oksigen) kayunya sangat membantu baik untuk perumahan meubel dll.
Selain berfungsi sebagai penghasil oksigen, hutan juga mempunyai beberapa manfaat lainya antara lain hutan membantu konservasi dan memperbaiki lingkungan hidup dalam berbagai bentuk. Misalnya hutan membantu menahan air hujan, sehingga mencegah tanah longsor dan banjir, air hujan diserap menjadi air tanah yang muncul menjadi mata air bersih yang mengalir membentuk sungai, danau, dan untuk air sumur. Hutan juga menjadi tempat tinggal beberapa jenis tanaman dan binatang tertentu yang tidak bisa hidup di tempat lainnya. Tanpa hutan berbagai tumbuhan dan hewan langka akan musnah.
Fungsi lainya adalah pepohonan dalam hutan jati akan menyerap dan menguraikan zat-zat pencemar (polutan) dan cahaya yang berlebihan.
Daun pohon jati melakukan proses fotosintesis yang menyerap karbondioksida dari udara dan melepaskan kembali oksigen dan uap air ke udara. Semua ini membantu menjaga kestabilan iklim di dalam dan sekitar hutan. Hutan jati pun ikut mendukung kesuburan tanah. Ini karena akar pepohonan dalam hutan jati tumbuh melebar dan mendalam. Pertumbuhan akar ini akan membantu menggemburkan tanah, sehingga memudahkan air dan udara masuk ke dalamnya.
Tajuk (mahkota hijau) pepohonan dan tumbuhan bawah dalam hutan jati akan menghasilkan serasah, yaitu jatuhan ranting, buah, dan bunga dari tumbuhan yang menutupi permukaan tanah hutan. Serasah menjadi bahan dasar untuk menghasilkan humus tanah. Berbagai mikroorganisme hidup berlindung dan berkembang dalam serasah ini. Mikroorganisme itu juga yang akan memakan dan mengurai serasah menjadi humus tanah. Serasah pun membantu meredam entakan air hujan sehingga melindungi tanah dari erosi oleh air.
Bojonegoro merupakan daerah yang cocok untuk pertumbuhan jati. Penilaian ini dilihat dari habitus jati. Jati adalah sejenis pohon penghasil kayu bermutu tinggi. Pohon besar, berbatang lurus, dapat tumbuh mencapai tinggi 30-40 m. Berdaun besar, yang luruh di musim kemarau.
Jati dikenal dunia dengan nama teak (bahasa Inggris). Jati dapat tumbuh di daerah dengan curah hujan 1 500 – 2 000 mm/tahun dan suhu 27 – 36 °C baik di dataran rendah maupun dataran tinggi (Akram and Aftab, 2007). Tempat yang paling baik untuk pertumbuhan jati adalah tanah dengan pH 4.5 – 7 dan tidak dibanjiri dengan air. Jati memiliki daun berbentuk elips yang lebar dan dapat mencapai 30 – 60 cm saat dewasa (Akram and Aftab, 2007).
Jati memiliki pertumbuhan yang lambat dengan germinasi rendah (biasanya kurang dari 50%) yang membuat proses propagasi secara alami menjadi sulit sehingga tidak cukup untuk menutupi permintaan atas kayu jati. Jati biasanya diproduksi secara konvensional dengan menggunakan biji. Akan tetapi produksi bibit dengan jumlah besar dalam waktu tertentu menjadi terbatas karena adanya lapisan luar biji yang keras (Siril, 2002). Beberapa alternatif telah dilakukan untuk mengatasi lapisan ini seperti merendam biji dalam air, memanaskan biji dengan api kecil atau pasir panas, serta menambahkan asam, basa, atau bakteri (Ahuja, 1993). Akan tetapi alternatif tersebut masih belum optimal untuk menghasilkan jati dalam waktu yang cepat dan jumlah yang banyak.