A. Perairan
Air menutupi lebih dari 70% permukaan bumi. Sifat-sifat fisika dan kimia air sangat penting dalam ekologi. Air merupakan media pengangkutan yang ideal bagi molekul-molekul melalui tubuh organisme, karena air merupakan pelarut yang kuat tanpa menjadi sangat aktif secara kimia. Tegangan permukaan air yang tinggi menyebabkan pergerakan air melewati organisme, dan juga bertanggung jawab bagi kenaikkan tinggi air tanah. Rapatan air yang nisbi tinggi tidak hanya mendukung bobot tubuh secara sebagian maupun seutuhnya, namun juga memungkinkan hadirnya organisme tersuspensi (Satino, 2012).
Habitat-habitat perairan dibagi dalam tiga kategori utama, yaitu sistem air tawar, estuarin dan lautan. Walaupun habitat air tawar menempati sebagian kecil dari permukaan bumi bila dibandingkan dengan habitat lainnya, namun mempunyai arti yang sangat penting. Sebagai pelarut yang baik, air mengandung zat-zat kimia yang terlarut di dalamnya. Penggunaan senyawa ini dalam aktivitas metabolik tumbuhan dan hewan perairan menyebabkan perubuhan susunan kimiawi air, dengan demikian pengetahuan mengenai keadaan ini penting untuk memahami hubungan yang rumit antara komponen-komponen biotik dan abiotic (Satino, 2012).
Badan air tawar dibagi menjadi dua kategori umum, yaitu air diam seperti kolam, danau, situ, rawa, telaga dan waduk serta air mengalir (sungai). Air diam disebut sebagai sistem lentik sedangkan air mengalir disebut sistem lotik. Studi mengenai air tawar dikenal sebagai Limnologi. Penelitian-penelitian badan air tawar mencakup kajian faktor fisika dan kimia air, tumbuhan serta hewan yang hidup di dalamnya serta tata cara mereka berinteraksi (Satino, 2012).
B. Faktor-faktor yang menentukan habitat perairan
1. Faktor Fisika Perairan
Suhu, pencahayaan (menetrasi cahaya matahari), kedalaman, substrat dasar dan kekeruhan merupakan faktor fisika yang biasanya diukur dalam setiap kajian perairan menggenang. Sifat-sifat fisika lainnya seperti daya apung, tekanan, kekentalan dan tegangan permukaan tidaklah mudah untuk diukur namun demikian memainkan peranan ekologi yang penting. Daya apung air dengan terjadinya dorongan ke atas membantu hewan-hewan dan tumbuhan air untuk menopang bobotnya sendiri dan karena air tidak dapat ditekan, maka tidak ada perubahan nyata dalam rapatan air dengan bertambahnya kedalaman. Kekentalan air memiliki hubungan terbalik dengan suhu. Perubahan-perubahan suhu dalam badan air menyebabkan perubahan kekentalan air yang mempengaruhi kemampuan organisme kecil untuk mempertahankan posisinya dalam air (Satino, 2012).
Tegangan permukaan juga merupakan faktor fisik yang sangat penting karena hewan-hewan bentik terutama mikro dan makrozoobentos menggunakan untuk menopang dirinya pada lapisan permukaan. Adapun factor fisik yang digunakan sebagai parameter adalah (Satino, 2012):
a. Suhu
Perlu diketahui bahwa air mempunyai sifat bipolar, oleh karena itu, air bersifat sebagai stabilisator sehingga perbedaan suhu dalam air lebih kecil dan perubahan yang terjadi lebih lambat dibandingkan di udara. Dengan keadaan inilah jarang sekali kita mendapatkan adanya perbedaan fluktuasi suhu yang mencolok pada perairan. Pada sungai yang cukup deras aliranya dan tidak dalam suhu air relative konstan. Kedalaman yang rendah dan nilai yang konstan akan menyebabkan tidak terjadinya gradient suhu vertical. Pada sungai yang besar suhu air sekitar rata-rata suhu udara tahunan. Meskipun suhu air kurang bervariasi akan tetapi sangat berpengaruh terhadap organisme air karena pada umumnya organisme air memiliki toleransi yang sempit (stenothermal). Selain itu perubahan suhu akan mengubah pola sirkulasi, stratifikasi dan gas terlarut sehingga akan mempengaruhi kehidupan organisme air (Hariyanto dkk, 2008).
Lapisan-lapisan suhu yang berbeda terdapat dalam habitat perairan. permukaan air cenderung menjadi lebih cepat panas dibanding air di bawahnya. Diantara kedua lapisan ini terdapat wilayah peralihan yang tipis yang dinamakan Termoklim. Air di atas termoklin dinamakan epilimnion, sedangkan yang lebih dingin yaitu yang berada di bawahnya disebut Hipolimnion.
Dalam setiap badan air yang besar dan dalam seperti danau atau waduk, kedua lapisan suhu ini dapat berfungsi sebagai sistem-sistem yang benar-benar berbeda, sehingga sangat penting untuk menggambarkan secara hati-hati wilayah suhu ini di danau, waduk atau kolam yang besar dan dalam. Sesuai dengan anggapan bahwa setiap kajian mengenai sistem air tawar harus melibatkan pengukuran suhu pada berbagai kedalaman, untuk menentukan keberadaan termoklim.
b. Kecepatan arus
Arus merupakan factor ekologis yang penting terutama pada perairan yang arusnya cukup tinggi. Arus dapat mempengaruhi distribusi gas terlarut, garam dan makanan serta organisme dalam air. Kecepatan arus tergantung kemiringan dasar, lebar, kedalaman sungai dan debit air. Arus yang cukup tinggi akan memaksa organisme yang hidup didalam nya melakukan adaptasi untuk dapat bertahan sehingga pada perairan yang berarus cepat mempunyai karakteristik tertentu dengan bentuk yang dikenal steamline guna memudahkan bergerak dalam air disbanding bentuk organisme yang biasa berada di air tergenang (Hariyanto dkk, 2008).
c. Cahaya dan Kekeruhan
Zat terlarut dlam air sering mempengaruhi penetrasi cahaya matahari, yang berakibat penetrasi terbatas dan akan membatasi organisme air untuk berfotosintesis. Dengan terbatasnyafotosintesis akan menyebabkan kandungan oksigen terlarut rendah. Tetapi jika keekruhan disebabkan oleh organisme hidup (plankton ayau organisme tertentu) dapat dipakai sebagai indikasi produktivitas perairan tersebut cukup tinggi (Hariyanto dkk, 2008).
Banyaknya cahaya yang menembus perairan danau atau waduk dan perubahan intensitas dengan bertambahnya kedalaman memegang peran penting dalam menentukan produktivitas primer. Kedalaman cahaya yang menembus perairan biasanya diukur dengan menggunakan secchi-disk, sedang intensitas cahaya diukur dengan lux meter.
Cahaya dalam ekosistem perairan mempunysi pengaruh sangat besar karena merupakan sumber energi untuk proses fotosintesis organisme berklorofil. Tumbuhan dan fitoplankton merupakan produsen primer dan sumber nutrisi bagi zooplankton dan hewan-hewan perairan lainnya. Cahaya juga merupakan faktor penting dalam hubungannya dengan distribusi dan tingkah laku zooplankton.
Penetrasi cahaya matahari kedalam perairan selain dipengaruhi oleh sudut datang cahaya juga dipengaruhi oleh bahan-bahan tersuspensi. Turbiditas atau kekeruhan dapat disebabkan oleh kandungan biota tersuspensi atau karena bahan organik dan materi tanah yang terlarut di dalam air. Kekeruhan ini akan menyebabkan munculnya batas-batas fotosintesis. Turbiditas atau kekeruhan dapat diukur dengan turbidimeter portable atau dengan mengukur TSS (Total Suspended Solid).
d. Kedalaman
Kedalaman perairan menggenang sangat penting artinya bagi kehidupan organisme. Kedalaman akan memberikan implikasi langsung dan tidak langsung terhadap keberadaan dan sistem organisasi organisme.
Berdasarkan kedalamannya sistem perairan menggenang dibagi menjadi beberapa zona:
1) Zona littoral
Bagian perairan dangkal dengan penetrasi cahaya matahari efektif menembus sampai ke dasar perairan. Secara alami zona ini biasanya dihuni oleh tumbuh-tumbuhan berakar seperti Azolla pinnata, Marsilea crenata, Nymphaea, Ceratophylum, Myriophylum, Najas, Vallisneria dan juga beberapa phytoplankton seperti Spirogyra, Zygnema, Navicula, Pinnularia, Anabaena, Oedogonium, Hydrodictyon, Cladophora, Gloeotrica, Oscillatoria, Rivularia dll.
Konsumen zona ini hampir mencakup semua filum hewan perairan seperti kelompok gastropoda, Crutacea, Bivalvia, Odonata, Zygopthera, Rotifera, larva Chyronomidae, Anellida, Ephemeroptera, larva diptera, Isopoda, Coleoptera penyelam, Hemiptera, Hydrophylidae, Haliplidae dan Corixidae. Beberapa zooplankton yang sering ditemukan pada zona ini antara lain adalah beberapa Cladocera, Copepoda, Ostracoda, Crustacea, Rotifera, Gyrinidae, Gerridaem dan Vellidae.
2) Zona limnetik
Zona perairan terbukan dan cahaya matahari menembus sampai dasar perairan. Pada zona ini terdapat batas akhir cahaya matahari efektif dimanfaatkan oleh organisme atau lebih dikenal sebagai ligh compensation level atau batas kompensasi cahaya. Pada zona ini terdapat keseimbangan antara fotosintesis dan respirasi artinya jumlah oksigen yang dihasilkan dari proses fotosintesis juga pas habis dipergunakan untuk respirasi.
Komunitas pada zona ini sebagian sama dengan zona littoral. Phytoplankton terdiri dari Euglena, Dinoflagellata dan Volvox dan beberapa genera sama dengan pada zona littoral. Pada bagian perairan yang dalam pada kondisi tertentu sering terjadi adanya perubahan dan perbedaan suhu yang ekstrim. Kondisi ini dapat menyebabkan terjadinya turbulensi (pergerakan arus air ke atas) yang membantu phytoplankton tetap berada dipermukaan perairan pada siang hari.
3) Zona profundal
Berupa zona yang sangat dalam dan gelap gulita, karena cahaya matahari efektif tidak sampai pada zona ini. Komunitas biota terdiri dari saprotrof atau pengurai yang hidup dalam lumpur dan terdiri dari bakteri dan jamur. Sumber makanan dan oksigen zona ini sangat tergantung dari zona diatasnya.
2. Faktor-faktor Kimiawi
Beberapa faktor kimia perairan yang berperan penting dalam ekosistem perairan antara lain adalah pH, gas terlarut, garam-garam an-organik, senyawa organik, BOD biasanya diukur dalam setiap kajian ekologis suatu sistem perairan menggenang. Cara sederhana yang memberikan perkiraan pengukuran maupun cara canggih untuk memperkirakan secara sangat teliti dengan menggunakan alat yang mahal, telah dikembangkan. Cara yang dipilih sangat tergantung pada sifat pekerjaan yang akan dilakukan (Satino, 2012).
a. pH
Ion-ion hidrogen (asam) dan ion-ion hidroksil (basa) keduanya dihasilkan dari pengisian air. dengan demikian, setiap perubahan konsentrasi salah satu ion ini akan membawa perubahan dalam konsentrasi ion lainnya. Karenanya, suatu skala bilangan yang disebut skala pH digunakan untuk mengukur keasaman atau kebasaan air dan bilangan tersebut menyatakan konsentrasi ion hidrogen secara tidak langsung. pH di difinisikan sebagai logaritma dari resprokal aktivitas ion hidrogen dansecara matematis dinyatakan sebagai
H+ adalah banyaknya ion hidrogen dalam mol per liter larutan.
Dalam air murni, 1/10 juta molekul terionkan. Jumlah ini dituliskan sebagai 10-7 dan pH air dikatakan sebesar 7. Dalam air murni, jumlah ion hidrogen dan hidroksil sama, dengan demikian tidak ada keasaman maupun kebasaan (netral) bilamana konsentrasi ion hidrogen bertambah seratus kalinya, konsentrasi menjadi 10-5 atau pH 5 dan seterusnya.
b. Oksigen terlarut
Sumber oksigen terlarut dalam air adalah udara melalui difusi dan agitasi air, foto sintesis dan makhluk hidup yang terdapat dalam air tersebut. Fotosintesis dan makhluk hidup yang terdapat dalam air tersebut. Fotosintesis dipengaruhi oleh densitas tanaman/ amkhluk hidup yang berfotosintesis dan lamanya penyinaran. Dalam air terdapat oxygen pulse (perbedaan kandungan oksigen) karena adanya perbedaan kecepatan fotosintesis siang dan malam. Sedangkan pengurangan oksigen terlarut dapat dipengaruhi oleh respirasi organisme, penguraian zat organic oleh mikroorganisme, banyaknya oksigen yang dipakai mikroorganisme dan untuk oksidasi senyawa organic dalam air dapat diketahui denga melakukan uji BOD (biochemical oxygen demand) reduksi oleh gas lain, pelepasan oksigen terlarut secara otomatis yang dipengaruhi suhu dan derajat kejenuhan dan adanya zat besi maka oksigen akan dipakai untuk oksidasi (Hariyanto dkk, 2008).
Air mengalir pada umumnya kandungan oksigenya cukup karena gerakannya menjamin berlangsungnya difusi antara udara dan iar. Bila terjadi pencemaran organic pada badan air, oksigen terlarut digunakan oleh bakteri untuk mengoksidasi bahan pencemar organik tersebut. Komposisi populasi hewan-hewan dalam air erat hubunganya dengan kandungan oksigen (Hariyanto dkk, 2008).
Sumber utama oksigen terlarut berasal dari atmosfer dan proses fotosintesis tumbuhan hijau. Oksigen dari udara diserap melalui difusi langsung atau agitasi permukaan air oleh angin dan arus. Jumlah oksigen yang terkandung dalam air tergantung pada struktur komunitas, suhu, konsentrasi garam terlarut, dan intensitas cahaya matahari.
Dalam air tanpa gangguan vegetasi yang tebal, aktivitas fotosintesis tumbuhan menghasilkan pertambahan jumlah oksigen terlarut, yang mencapai maximum pada sore hari dan mencapai titik minimum pada pagi hari (titik kritis bagi organisme aguatik).
Kenaikan dan penerunan konsentrasi oksigen dalam sehari dinyatakan sebagai pulsa oksigen. Oksigen berkurang dari badan air oleh adanya pernafasan biota, penguraian bahan organik, masuknya air bawah tanah yang miskin O2, adanya zat besi, dan kenaikan suhu. Gelembung gas lain melalui air juga secara efektif menghilangkan oksigen terlarut.
Penurunan oksigen terbesar terjadi pada saat gabungan dari sebab-sebab tersebut terjadi secara serentak. Tumbuhan dan hewan air menunjukkan adaptasi yang luas dalam memperoleh oksigen yang diperlukan, dan untuk menyelamatkan masa kritis kekurangan oksigen.
Pemurnian diri suatu sistem perairan bergantung pada jumlah oksigen terlarut yang memadai di dalamnya. Jika oksigen digunakan lebih cepat dari pada yang digantikan,kualitas air akan menurun dan sampai batas tertentu air akan menjadi kotor karena proses penguraian bahan organik terjadi secara anaerob. Proses ini akan menghasilkan karbondioksida, metana, hidrogen sulfida dan senyawa organik sulfur yang baunya tidak sedap. Hidrogen sulfida bereaksi dengan ion logam membentuk endapan hitam yang mengapung sebagai buih di permukaan menghasilkan air yang hitam.
c. Karbondioksida bebas
Karbondioksida terlarut dalam air berasal dari air tanah, dekomposisi zat organic, respirasi organsme air, senyawa kimia dalam air Ca(HCO3)2), Mg(HCO3)2), dan sedikit sekali udara. Sedangkan reduksi kandungan karbondioksida dalam air dapat disebabkan oleh fotosintesis tanaman air, agitasi air, penguapan, hilang bersama gelembung gas dan dalam air dan pakai organisme air membentuk rumah (Mollusca)` (Hariyanto dkk, 2008).
Karbon dioksida sangat mudah larut dalam air, namun hanya sedikit yang berada dalam larutan biasa karena jumlahnya dalam udara atmosfer sangat sedikit. Selain itu dekomposisi bahan organik dan pernafasan tumbuhan dan hewan memberi sumbangan pada karbondioksida yang sudah ada. Pergerakan air melalui vegetasi dan tanah mengambil karbondioksida yang lepas dari udara-tanah. Karbondioksida bergabung secara kimiawi dengan air membentuk asam karbonat yang mempengaruhi pH air. Asam karbobat sebagian menghasilkan ion-ion hidrogen dan bikarbonat. Ion bikarbonat terurai lebih lanjut membentuk lebih banyak ion hidrogen serta ion karbonat. Lazimnya terdapat sekitar 0,5 ml/l karbondioksida dalam air dalam bentuk larutan biasa, yang disebut seabagai karbon dioksida bebas. Sejumlah besar karbondioksida berada dalam bentuk bikarbonat dan karbonat yang dikenal sebagai karbondioksida gabungan, tetap atau terikat.
Air dengan pH rendah, gabungan karbondioksida diubah menjadi bentuk bebas. Mendekati pH netral, hampir semua karbondioksida berada sebagai karbonat. Jadi dengan bertambahnya anion-anion bikarbonat dan karbonat, air cenderung menjadi bersifat basa dan cenderung menahan perubahan ion hidrogen, ini disebut tindakan penyangga dan menyebabkan fluktuasi pH yang umum dalam sistem air tawar, dengan demikian kebasaan air alam dapat didefinisikan sebagai jumlah ion bikarbonat dan karbonat yang ada dalam larutan. Karbondioksida, pH dan kebasaan saling berhubungan langsung, karena pH bergantung pada karbondioksida bebas dan tingkat bikarbonat.
Fotosintesis tumbuhan air, agitasi air dan penyerapan menyeababkan hilangnya CO2 dari badan air. Sering kali CO2 bebas terkumpul dalam jumlah besar pada dasar kolam dan danau, sehubungan dengan penguraian bahan organik. Kelebihan gas demikian akan naik ke permukaan sebagai gelembung dan gas hilang ke udara.
Kandungan bikarbonat (HCO3-) dan karbonat, nilai pH dalam ekosistem perairan dapat menunjukkan variasi. Variasi juga terjadi akibat aktivitas fotosintesis tumbuhan yang menghasilkan CO2 bebas sepanjang malam. Pulsa pH tertentu mempunyai hubungan terbalik dengan pulsa O2 yang juga dihasilkan dari aktivitas metabolik yang sama, dan bertanggung jawab terhadap pulsa pH.
3. Faktor-faktor Biotik.
Berdasarkan kehidupan atau kebiasaan hidupnya organisme air tawar diklasifikasikan sebagai berikut (Satino, 2012):
a. Bentos
Organisme yang melekat atau beristirahat pada dasar atau hidup pada sedimen dasar. Hewan yang tergolong bentos dapat dibedakan berdasarkan model pengambolan makananya, yaitu (Hariyanto dkk, 2008):
• Filter feeder, misalnya: kerang
• Decomposit feeder, misalnya: siput
Bentos adalah organisme yang melekat atau beristirahat pada dasar atau hidup pada sedimen dasar. Jumlah jenis maupun kepadatan populasinya sangat dipengaruhi oleh bermacam-macam factor. Faktor-faktor yang dominan adalah macam substrat (berlumpur, pasir, kerikil) arus, struktur substrat, sifat kimia sedimen dan banyaknya makanan yang terdapat didasar sedimen tersebut. Disamping itu factor kimia air juga dapat menjadi factor pembatas. Seperti oksigen terlarut dan pH. Organisme bentos tertentu sering digunakan sebagai hewan indicator adanya pencemaran senyawa tertentu (Hariyanto dkk, 2008).
Menurut ukuranya hewan bentos dibedakan menjadi bentos mikroinvertebrata dan bentos makroinvertebrata. Dalam penelitian ini dikhususkan pada bentos makroinvertebrata (Hariyanto dkk, 2008).
Nama benthos diberikan pada organisme penghuni dasar baik sungai, kolam, danau, situ, telaga, waduk dan lautan. Menurut cara makannya bentos dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu pemakan penyaring (filter feder) dan deposit feder. Harus benar-benar dicamkan bahwa istilah besar mencakup substrat pada garis pantai, demikian juga kedalaman dari setiap badan air. Kondisi untuk kehidupan akan beragam tidak hanya pada kedalaman yang berbeda, namun juga sifat dan type perairan serta sifat dan tipe substrat (Satino, 2012).
Danau-danau besar dikenal dua daerah utama yaitu daerah pelagik (terbuka) dan wilayah bentik (dasar). Kolam dangkal dan tubuh air yang kecil tidak memperlihatkan kewilayahan yang jelas dan seluruh zone (wilayah) dasar yang demikian dikenal sebagai zona litoral. Perairan dalam maupun lautan, zone litoral menunjukkan kanekaragaman yang besar dalam kondisi dasar air. Secara beragam, wilayah dibagi lagi berdasarkan hubungan air atau zone pertumbuhan. Biasanya daerah dari pinggir/ tepi air sampai batas akar tumbuhan dianggap sebagai zone litoral. Daerah yang memanjang dari batas terendah akar tumbuhan sampai batas penyusupan sinar dikenal sebagai zone sub-litoral. Setiap zone dalam wilayah litoral memerlukan cara pengkajian dan pengambilan sampel dengan menggunakan peralatan yang cocok (Satino, 2012).
b. Periphiton
Organisme (hewan dan tumbuhan) yang melekat atau bergantung pada tanamana atau benda yang tersembul atau mucul dari dasar
c. Plankton
Organisme melayang atau penggeraknya tergantung pada arus. Plankton dibedakan ada tidaknya kloroplasnya menjadi: phytoplankton dan zooplankton.
Plankton sebagai salah satu penyusun komunitas air, umumnya merupakan makhluk mikroskopik, tidak bergerak (pasif) dan bergantung pada gerakan air, misalnya arus. Secara garis besar plankton terdiri dari dua kelompok besar yaitu phytoplankton dan zooplankton. Komposisi plankton berbeda antara satu habitat perairan dengan habitat perairan lainnya, baik secara vertikal maupun horizontal dan juga dari musim ke musim. Variasi ini juga tergantung pada berbagai faktor antara lain: kedalaman, suhu, pH, transparasi, turbiditas, dan ketersediaan sumber nutrisi (Satino, 2012).
Pengkajian plankton mencangkup koleksi dan pendataan jenis. Fluktuasi musim dan juga fluktuasi harian atau dapat juga antara pasang dan urut terutama di daerah estuari. Kajian komunitas plankton meliputi kelimpahan (abundance), nilai penting, indeks dominansi dan keanekaragaman (deversity). Identifikasi plankton sebaiknya sampai ke tingkat species (Satino, 2012).
Berdasarkan perkembanganya dibedakan menjadi:
a. Holoplankton
Organisme yang selama hidupnya sebagai plankton
b. Meroplankton
Hanya sebagian dan hidupnya sebagai plankton, misalnya larva udang
Sedangkan berdasarkan ukuranya, palankton ada dua yaitu:
a. Net plankton
Plankton yang dapat dijaring dengan jala plankton
b. Nanno plankton
Plankton yang tidak dapat disaring dengan jala plankton
c. Nekton
Organisme yang beristirahat atau berenang dalam air (misalnya:ikan)
C. Standar Baku Mutu Dalam Menentukan Kualitas Perairan Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 82 tahun 2001
Mutu air adalah kondisi kualitas air yang diukur dan atau diuji berdasarkan parameter-parameter tertentu dan metoda tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku; Kelas air adalah peringkat kualitas air yang dinilai masih layak untuk dimanfaatkan bagi peruntukan tertentu; Kriteria mutu air adalah tolok ukur mutu air untuk setiap kelas air.
Baku mutu air limbah adalah ukuran batas atau kadar unsur pencemar dan atau jumlah unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam air limbah yang akan dibuang atau dilepas ke dalam sumber air dari suatu usaha dan atau kegiatan;
Klasifikasi mutu air ditetapkan menjadi 4 (empat) kelas :
a. Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau peruntukan lain yang memper-syaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;
b. Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;
c. Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;
d. Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
Status mutu air diatas, ditetapkan untuk menyatakan :
a. kondisi cemar, apabila mutu air tidak memenuhi baku mutu air;
b. kondisi baik, apabila mutu air memenuhi baku mutu air.